No Regret Life ~ Chapter 5 || ChanBaek


10r3k35 copy

 

Fanfiction-EXO Couple

Tittle: No Regret Life [Machine]

Author: AyouLeonForever

Cover pic/poster edited by: AyouLeonForever

Genre: Yaoi, drama(?), Romance, Sad (?) Romance, action(?) dll

Length: Chaptered tergantung peminat

Rating: TTM (?)

Pairing: Siapapun yang diship ama ALF wkwkwk

Main Cast:

  • Park Chan Yeol

  • Byun Baek Hyun

  • Kim Jong In/Kai

  • Do Kyung Soo

  • Oh Se Hun

  • Lu Han

  • Kris

  • dll

 

Disclaimer: GOD

Copyright: AyouLeonForever™

Summary: Hidup adalah ketika kita dihadapkan pada pilihan. Dan hidup sebenarnya adalah memilih tanpa ada penyesalan di akhir.

Warning: Boys Love, Out of character, Little bit lime, Bad Words, Not for kids. Yang nekat tanggung sendiri efeknya(?)

 

ALF special Note: Selamat yang udah dapat pw… bwahahaha, yang nyebar PW tanpa sepengetahuan ALF, besok ngecek bokongnya ye, bisulan (jedaarr… ampun.. ampun)

No Regret Life

Author POV

“Mau ke mana kau? Dan mau kau bawa ke mana putraku?”

 

“Membawanya pergi dari hadapanmu. Kenapa bertanya? Bukankah kau lebih mencintai pekerjaanmu? Bukankah kau lebih takut terlambat untuk menghadiri rapat dari pada mendengar apa keinginan putramu untuk sekedar kau ajak berlibur?”

 

 “Apapun maksud pernyataanmu itu, aku betul-betul tidak suka, dan besok-besok, aku tidak ingin mendengarnya. Chan Yeol-ah, bawa ibumu ke kamarnya.”

 

“Wae? Bukankah  itu kenyataan?”

 

 “Sora-ya jebal, jangan samakan posisi kalian dengan pekerjaanku. Kalian dan pekerjaanku jelas berbeda.”

“Untuk itu, agar kau tidak semakin kesulitan mencari perbedaan siapa yang lebih penting, kami atau pekerjaanmu, maka lebih baik kami pergi. Karena sepertinya bagimu, lebih baik kami tidak ada dari pada sedikit saja ada yang salah dengan pekerjaanmu.”

 

“Kang Sora! Jaga ucapanmu!”

 

“Apa yang harus kujaga Park Jung Soo? Semua ucapanku benar, kau lebih mencintai pekerjaanmu dari pada kami. Aku bahkan baru satu kali melihatmu di rumah selama 3 bulan ini. Sadarkah kau Park Jung Soo? Kau punya istri dan Anak!!!”

 

PLAK!!!

 

“EOMMA!!!”

 

“Kau tahu Park Jung Soo? Orang tuaku bahkan tidak pernah memukulku sedikitpun, lalu kau?”

 

 “Sora-ya dengar…”

 

 “Ceraikan aku Park Jung Soo.”

 

~*N*R*L*~

 

“Eom… Eomma”

Kyung Soo menoleh saat melihat Chan Yeol mengeluh dengan mata terpejam di atas tempat tidurnya.

“Kai… Chan Yeol sepertinya sudah siuman.”

Namja berkulit tan itu langsung menghampiri tempat tidur Chan Yeol dan  memeriksa keadaanya. “Belum… Dia sepertinya sedang bermimpi buruk. Cepat siapkan handuk dan air hangat, Chan Yeol demam.”

“N.. Ne.”

Se Hun yang sejak tadi merasa cemas, sedikit takut mendekat. Mengingat ia adalah penyebab kenapa Chan Yeol terbaring begitu lemah di sana.

“Chan Yeol-ah? Kau mendengarku?” Kai mencoba membangunkan Chan Yeol dengan menepuk-nepuk pipinya, namun namja tinggi yang terbaring itu hanya menggeleng gelisah, kening berkerut dan keringat mulai bercucuran.

“Eomma… Eomma…” keluhnya sembari bergerak gelisah.

Kai menoleh pada Se Hun yang berdiri di sebelah Lu Han. “Aku tidak suka melihat ini. Parahnya, Baek Hyun tidak ada.”

Se Hun menghela nafas kemudian mengangguk. ‘aku akan berusaha mencari info tentang keberadaan Baek Hyun, kau jaga Chan Yeol.’

 

“Hm… bawa Lu Han bersamamu, mungkin dia bisa membantu.”

Se Hun kembali mengangguk kemudian menghampiri Chan Yeol sejenak, menatapnya dalam diam, setelahnya, ia menarik tangan Lu Han dan beranjak pergi.

“Chan Yeol….” Panggil Kai masih berusaha membangunkan Chan Yeol.

~*N*R*L*~

 

“Appa… Kenapa Appa membiarkan Eomma pergi?”

 

“Itu kemauannya Chan Yeol-ah, masuk ke kamarmu. Kau harus istirahat.”

 

“Tapi Appa… Eomma tidak begitu lancar menyetir.”

 

“M… Mwo???”

 

“Eomma baru belajar mengendarai mobil minggu lalu.”

 

“Ya Tuhan. Chan Yeol-ah… tunggu Appa di sini.”

                                                                                                                                                             

 

~*N*R*L*~

 

 

 “Appa? Kenapa kita ke sini? Apa kita menjenguk orang sakit?”

 

“…”

 

“Siapa yang terbaring di sana Appa, kenapa mereka menutupi tubuhnya sampai kepala?”

 

“…”

 

“Appa… Ayo pulang, aku tidak suka di sini. Bau obatnya menyengat. Lebih baik kita pulang dan menunggu Eomma di rumah.”

 

“…”

 

“Appa…jangan hanya diam, tolong.”

 

“Eomma … tidak berada di rumah nak. Eomma… ada… di sana…”

 

“Di mana?”

 

“Di… Atas brankar itu.”

 

Deg~

 

“Appa… Kenapa mereka menutupi seluruh tubuh Eomma dengan kain putih? Itu akan membuatnya sesak, tolong keluarkan dia.”

 

“…”

 

“Appa… Eommaku bisa sesak di sana, singkirkan kain itu… singkirkan… singkir__”

 

“Eommamu sudah meninggal Park Chan Yeol!”

 

Deg~

 

“Bohong… Appa bohong…”

 

“Maafkan… Maafkan Appa, Chan Yeol-ah…”

 

“Tidak… Tidak… Eomma tidak mungkin… EOMMAAA!!”

 

♨♨♨♨

 

 

 

“EOMMAAAA!!!” pekik Chan Yeol seketika terbangun, membuat Kai yang tengah mengompres dahinya hampir terjatuh dari tempat tidur.

Namja tampan berpostur sempurna itu terengah-engah dengan pandangan mencekam ke depan. Kyung Soo buru-buru duduk di sebelahnya memastikan Chan Yeol tenang.

Gwenchanayo Chan Yeol-ah?” tanya Kyung Soo cemas.

Chan Yeol jelas tidak menjawab. Sepotong memori singkat mengenai masa lalunya cukup membuatnya kehilangan fokus.

“Chan Yeol-ah?” kali ini Kai yang bertanya.

“Mana Baek Hyun?”

Kai dan Kyung Soo bertatapan singkat mendengar apa yang langsung ditanyakan Chan Yeol saat ia sepenuhnya sadar.

Melihat kedua temannya hanya terdiam, Chan Yeol menunduk setelah mengusap wajahnya yang berkeringat. Ia masih merasakan nyeri hebat di bagian punggungnya, namun ia abaikan. Ia sibak selimut yang tadi menyelubungi tubuhnya, kemudian menyambar jaket kulit yang tergeletak di atas sofa.

Ia butuh Baek Hyun…

 

 

 Sekarang!

“Mau kemana kau?” tanya Kai langsung menghampirinya.

“Berdiam diri tidak akan membuat Baek Hyun kembali,,” jawabnya datar.

“Se Hun dan Lu Han sudah mencari informasi di luar. Kau istirahat saja. Kondisimu cukup lemah.”

“Mana kunciku?”

“Chan Yeol-ah, kondisimu tidak memungkinkan.”

“Akan jauh lebih buruk jika terjadi apa-apa pada Baek Hyun-ku. Jika kutemukan penculiknya, kuhabisi dia,” tegasnya.

Kyung Soo menelan ludah cukup susah payah, situasi masih tegang sebenarnya, tidak heran ia langsung menghampiri Kai dan memeluk lengannya.

Detik berikutnya, Se Hun dan Lu Han masuk ke kamar Chan Yeol dengan terburu-buru.

“Kai… Kai… kami menemukan ini di depan pagar,” lapor Lu Han dengan nafas terengah-engah, kemudian memberikan sebuah amplop pada Kai.

Kai langsung menyambarnya karena ia punya firasat yang cukup buruk akan amplop berukuran sedang itu. Dibukanya perlahan untuk melihat isinya.

Deg~

“Apa itu?” tanya Chan Yeol tajam merasakan perubahan air muka Kai setelah melihat isi amplop itu.

“Bu… Bukan apa-apa, ini dari… Mr.X. Aku dan Se Hun keluar dulu, kau di sini saja tunggu kabar tentang Baek Hyun.”

Sret~

Chan Yeol tidak menunggu cukup lama untuk mampu menyambar amplop itu dari Kai.

“Chan Yeol-ah, jangan… itu…”

DEG~

Kedua mata Chan Yeol membelalak, ia menemukan selembar foto yang cukup membuat emosinya meledak. “Brengsek!!” bentaknya murka, kemudian beranjak meninggalkan tempat itu setelah melempar asal amplop berisi foto tadi.

“Chan Yeol-ah chamkkanman…” Kai buru-buru menyusul, langsung menarik tangan Se Hun bersamanya mengejar Chan Yeol.

“Tunggu… Aduh… Apa yang terjadi sebenarnya?” tanya Kyung Soo frustasi sembari memungut selembar foto yang membuat Chan Yeol murka. “OH TUHAN!!” pekiknya, membuat Lu Han menghampirinya.

Lu Han buru-buru membungkam mulutnya sebagai bentuk ekspresi keterkejutannya. Bagaimana tidak, ini memang di luar dugaannya dan Kris betul-betul cari mati dengan memotret Baek Hyun dalam keadaan seperti itu dan mengirimkannya ke Chan Yeol.

Di sana, dalam selembar foto dari kamera polaroid, Baek Hyun terbaring tak sadarkan diri di atas sebuah tempat tidur berukuran besar dan mewah. Empat kancing seragam sekolahnya terbuka, dan sebelah bahu mulusnya terekspos. Jangankan Chan Yeol yang notabenenya adalah kekasih Baek Hyun, teman-temannya pun jelas akan murka melihat itu.

Kau betul-betul cari mati Kris__ Batin Lu Han, namun mati-matian menyembunyikan senyum kekagumannya.

♨♨♨♨

Kris mengulas senyumnya di sana, sudah beberapa jam ia masih betah menatap sesosok tubuh mungil yang terbaring di atas ranjangnya tanpa membuka mata indahnya.

Ringan…

Sensasi yang sama setiap kali melihat wajah polos itu, mengingat ia merasakan sensasi itu pertama kali saat melakukan kontak mata dengannya satu tahun yang lalu pada kondisi yang cukup tidak mengenakkan.

“Seleramu betul-betul tidak buruk Park Chan Yeol,” ujarnya seorang diri. Ia meletakkan minuman kalengnya di atas nakas kemudian mendudukkan dirinya di atas tempat tidur, persis di sebelah sosok mungil itu terbaring tak sadarkan diri.

Hatinya tergelitik untuk sekedar ‘menyentuh’. Di permukaan kulit yang begitu lembut, halus dan bercahaya itu, kulit yang mungkin begitu dilindungi Chan Yeol agar tidak terluka sedikitpun, menandakan bahwa memang kulit itu begitu… berharga. Sangat berharga.

Kris melakukannya. Matanya terpejam saat jari-jari besarnya menyentuh kulit bahu yang setengah terbuka itu. Meresapi… Sensasinya betul-betul membuat Kris melayang. Kerja sarafnya betul-betul sinkron dengan apa yang ditangkap indera penglihatannya.

Membayangkan bahwa mungkin Chan Yeol sudah melayangkan sejuta sentuhan di sana, begitu iri, membuatnya terdorong untuk sekedar ‘mengecap’ rasa yang betul-betul dipatenkan Chan Yeol sebagai sesuatu yang hanya bisa dimilikinya.

Kris menunduk, mengganti permukaan kulit jemarinya dengan permukaan kulit bibirnya, di atas kulit bahu yang membuatnya gila.

Tidak… ia merasa tidak cukup. Berawal dari sebuah sentuhan, berlanjut dengan sebuah kecupan hangat dan berakhir dengan…

Meninggalkan jejak.

“Ugh…”

Keluhan kecil itu membuat Kris tersadar akan kegilaan yang menuntunnya berbuat aneh. Ia akui ia mudah luluh akan sebuah ‘keindahan’, namun tidak pernah dalam hidupnya ia merasa bodoh dan seterpedaya ini di hadapan sosok mungil yang mengenalnya secara langsung pun tidak.

“Ngh… Park Chan Yeol…”

Mata Kris membelalak saat mendengar nama yang merusak telinganya itu keluar dari bibir mungil berwarna merah muda itu. Dengan jengkel ia membungkamnya dengan telapak tangan agar tak terdengar lagi nama rivalnya disebut oleh sosok indah di depannya.

Sampai ketika mata indah itu terbuka karena gelisah, membuat Kris kehilangan sosok berkuasanya yang tak takut apa-apa. Ia terperanjat, membuatnya melepaskan tangannya dengan gerakan spontan.

Namja mungil itu, Baek Hyun… masih berusaha mengerjapkan matanya perlahan, membiasakan berkas cahaya yang memaksa menembus pupil matanya. Mencoba mereda pusing di kepalanya, juga sedikit mual akibat dari obat bius dosis rendah yang diberikan Kris sebelum membuatnya pingsan tadi.

Kris menggelengkan kepalanya berkali-kali, mencoba mengembalikan kenormalan detak jantungnya. Dan bersikap seangkuh biasanya.

“Chan Yeol…” panggil Baek Hyun, saat ia melihat refleksi namja tinggi tegap tak jauh darinya, namun semakin lama, semakin pandangannya jelas, ia pun tersentak saat ia sadar bahwa itu bukan Park Chan Yeol. “Di mana ini? Siapa kau?”

Kris mengulas senyumnya sembari melipat tangan di dada. “Santai sajalah manis, ini tempatku.”

Baek Hyun berusaha bangkit, dan begitu terkejut saat mendapati kemeja sekolahnya setengah terbuka. Dengan buru-buru ia membetulkannya dan beranjak dari tempat tidur, menghindari namja yang tidak ia kenali itu. “Mau apa kau sebenarnya? Kau yang membuatku pingsan kan? Kau… kau… kau menculikku kan?”

Kris tertawa keras melihat ekspresi ketakutan Baek Hyun. Ia berdiri, masih melipat tangan di dada dan berjalan mendekati Baek Hyun yang justru melangkah mundur seiring jarak Kris yang semakin mendekat ke arahnya.

“Jangan mendekat, atau…”

“Atau apa? Melapor pada kekasihmu? Silakan… itu tujuanku.”

“Siapa kau sebenarnya?” Baek Hyun terus mundur, hingga tanpa ia sadari punggungnya sudah menabrak tembok kamar.

“Hm? Apa itu penting?”

Tap~

Baek Hyun refleks menyilangkan kedua tangannya di depan dada tatkala Kris menapakkan tangannya di dinding, persis di sebelah telinga Baek Hyun, sedikit menunduk hingga bisa menyejajarkan pandangan dengan namja pendek itu.

“Takut?” tanya Kris, justru lebih kepada intimidasi.

Baek Hyun menggeleng cepat, namun pandangannya terlalu rapuh untuk dikatakan berani. Wajahnya pun memucat, sebisa mungkin merapat di dinding agar jarak di antara dirinya dan namja asing itu semakin tercipta. Namun, sampai ia berdiri dengan ujung jari kakinya pun itu percuma, karena nyatanya Kris tidak sebodoh itu untuk menjauh.

Betapa Kris ingin menggigit puncak hidung Baek Hyun yang runcing dan mengkilat itu, betapa Kris ingin merengkuh tubuh mungil yang serupa boneka itu, betapa Kris ingin menyentuh permukaan bibir yang tampak begitu manis itu. Sungguh, jika ia tidak mengingat resiko yang akan menimpanya jika kekasih Park Chan Yeol ini kenapa-kenapa, mungkin saja sudah dijadikannya namja mungil ini sebagai milik nya yang berharga.

“Si… Siapa kau sebenarnya, dan ma.. mau apa kau?”

Kris tersenyum, sedikit berani mengangkat tangan kirinya yang bebas dan membelai pipi Baek Hyun hingga namja mungil itu merinding dan mengelak. “Mungkin kau ingat kalau aku mengatakan ini,” Kris megangkat alisnya. “Hati-hati kakimu anak kecil.”

 

Baek Hyun mengerutkan keningnya, sedikit mengenang kalimat-kalimat yang mungkin saja pernah mampir di telinganya dan mengingatkannya pada orang di depannya itu.

“Atau kalimat ini,” Kris menyentuh dagu Baek Hyun, membuatnya mendongak agar pandangan mereka. “Kau menendangnya brengsek!”

Deg~

Mata mungil Baek Hyun membelalak.  “China!!!”

“China?”

Tok…tok…tok…

Kegiatan Kris mengerjai Baek Hyun di hadapannya itu terusik oleh ketukan pintu dari luar, sedikit menoleh karena memang pintu itu tidak dikunci.

Muncullah seorang namja manis berlesung pipit sembari membawa nampan berisi makanan dan diletakkan di atas nakas.

Kris beranjak dari tempatnya kemudian menghampiri namja manis itu. “Lay…”

Namja yang dipanggil dengan nama Lay itu tersenyum. “Shì shénme ne?”

Baek Hyun mengerutkan kening, kosa kata yang cukup asing di telinganya, dan ia sedikit ingat mengenai pelajaran bahasa Mandarinnya di sekolah yang tidak begitu ia kuasai.

Mandarin…

China…

Baek Hyun membungkam mulutnya, semakin membenarkan bahwa namja yang ‘menculiknya’ ini sudah pasti rival abadi Chan Yeol dan rekan-rekannya.

Dan Lay… tentu saja Baek Hyun ingat bahwa Chan Yeol pernah menyebut namanya. Lay sama posisinya sebegai Se Hun di kelompok mereka.

Ia terlihat berkonsentrasi mendengar percakapan asing dari dua namja yang dipastikannya sebagai kelompok China itu. Namun tak sedikitpun yang ia tangkap artinya. Sampai ketika namja yang berpostur tinggi mengangguk-angguk sambil tersenyum, kemudian mengusap puncak kepala namja bernama Lay, Baek Hyun sedikit paham bahwa namja bernama Lay itu telah melakukan sesuatu, bisa jadi perintah yang membuat namja tinggi itu senang.

Xièxiè nǐ qīn’ài de / Thanks you dear.”

 

Baek Hyun semakin membelalak tatkala namja tinggi itu mengecup ringan bibir Lay sebelum namja manis itu keluar kamar dan menutup pintu.

Demi otaknya yang cerdas, Baek Hyun sama sekali tidak yakin bahwa namja bernama Lay lah yang menjadi parner namja tinggi itu setahun yang lalu. Ia begitu yakin kekasih si China itu lebih tinggi, matanya lebih sipit, dan… apapun itu, Baek Hyun yakin bahwa dia bukan kekasih si China. Tapi kelakuan mereka???

“Sudah waktunya makan malam, manis. Aku, walau sangat membenci Park Chan Yeol, tetap punya sopan-santun dalam menjamu tamu.”

“Tunggu, jangan mendekat.”

Kris tertawa, kemudian menarik tangan Baek Hyun dan menyeretnya hingga namja mungil itu terduduk di atas tempat tidur. “Ayo makan bersama.”

“Aku tidak lapar.”

“Makan sendiri atau kupaksa?”

“Tapi aku tidak__”

“Pakai sendok atau dari mulutku?”

Baek Hyun membelalak kaget. “Baik, aku makan sendiri.”

♨♨♨♨

Baek Hyun POV

Ini penculikan. Demi apapun, ini sudah pasti penculikan, dan aku tahu pasti namja tadi punya rencana buruk untuk Chan Yeol dan yang lain dengan menjadikanku taruhannya. Maksudku… Oh Tuhan, aku disekap di dalam sebuah kamar mewah dengan fasilitas lengkap tapi tertutup rapat dan pasti namja tadi meminta sesuatu pada Chan Yeol untuk menebusku. Yang kutakutkan adalah, apapun yang diminta namja tadi, Chan Yeol pasti akan mengabulkannya. Aku punya firasat buruk tentang hal itu.

Begini, bukannya aku begitu percaya diri bahwa Chan Yeol akan menebusku dengan cara apapun. Aku sudah tahu bahwa namja brengsek itu begitu melindungiku, begitu mempertahankanku di sisinya, dan… mencintaiku (mungkin sangat). Untuk itu, aku yakin apapun yang diminta si China padanya, pasti akan dikabulkan. Dan bisa jadi namja brengsek dan bodoh itu akan menurutinya tanpa berpikir panjang. Ah tidak, aku sungguh tidak suka hal ini.

Aku… bukan orang bodoh yang hanya bisa berdiam diri di tempat ini. Aku sudah merencanakan rentetan simulasi untuk kabur dari sini, tapi semuanya nihil. Pertama, saat aku membuka jendela kamar, ternyata aku berada di kamar lantai 2 tanpa balkon atau apapun yang bisa kugunakan sebagai tempat berpijak saat ‘nekat’ kabur. Aku juga tidak sekuat Chan Yeol yang bisa mendobrak apa saja dengan mudah, jadi aku menyingkirkan rencana ‘mendobrak’ pintu dari list perencanaan kaburku.

Sudahlah, ini benar-benar percuma. Bahkan setelah namja tadi pergi setengah jam yang lalu, aku masih seperti orang bodoh di sini. Yang bisa kulakukan hanyalah berharap.

Semoga aku bisa selamat… tanpa mencelakakan Chan Yeol.

Cklek~

 

Aku tidak terkejut lagi saat ada yang membuka pintu dan masuk dengan langkah santai menghampiriku.

“Ingin mendengar suara kekasihmu… Park Chan Yeol?”

Mataku membelalak kaget saat sadar bahwa namja itu tengah berbicara dengan seseorang via ponsel.

“Mau apa kau?” tanyaku waspada saat ia membungkuk ke arahku.

“Sedikit hadiah untuk kekasihmu, aku suka sekali reaksinya saat kau ‘diganggu’,,” jawabnya.

“Maksud__Akh!”

♨♨♨♨

Author POV

Chan Yeol memejamkan matanya. Terlihat urat-urat di dahinya yang menebal, wajahnya memerah dan mengeras, bahkan terdengar bunyi gemeretak dari rahangnya. Entah apa yang ia dengar dari ponsel yang menempel di telinganya itu, yang jelas Kai dan Se Hun yakin bahwa akan ada hal besar setelah ini.

“Kau sentuh kekasihku sedikit saja, maka kau akan segera tahu akibatnya dalam waktu dekat,” ancamnya tertahan.

Kai dan Se Hun tetap waspada di dekat Chan Yeol yang terduduk di atas motornya. Takut-takut namja itu melakukan sesuatu yang bisa mencelakai dirinya, atau orang lain.

Reaksi kekasihmu menakjubkan sekali Park Chan Yeol… aku hanya menekan tengkuknya, dia sudah terlihat semenggairahkan ini.”

 

“Singkirkan tangan kotormu darinya brengsek!!!”

Singkirkan tanganku? Apa itu berarti aku boleh menyentuhnya dengan bibirku?”

 

Chan Yeol meremukkan tangan kirinya yang kosong, sekali lagi berusaha mengontrol emosinya yang sudah di ambang batas. “Apa maumu?”

Terdengar tawa yang cukup keras dari seberang. “Sebenarnya aku menginginkan anak ini.”

“Dan kurasa kau tahu apa makna kalimat itu.”

“Aku tahu Park Chan Yeol. Tapi bukan berarti aku takut padamu.”

“Oh, jadi MATI adalah kemauanmu?”

Santailah. Aku menginginkan anak ini bukan berarti itu yang kuminta darimu. Kalau aku mau, aku bisa membawanya bersamaku ke Beijing.”

“Dan kau kira kau akan sampai di sana dengan kaki tegak?”

Kembali terdengar tawa puas di seberang. “Jadi betul anak ini sangat berharga bagimu?”

“Jangan berbelit-belit, namja brengsek. Katakan apa maumu, dan dimana aku bisa menemuimu?”

“Wow, kau betul-betul menakjubkan Park Chan Yeol. Tidak sia-sia kau menjadi rivalku.”

“Semakin kau membuang waktuku, semakin besar keinginanku untuk mematahkan kakimu. Jadi sekarang katakan apa maumu, dan di mana aku bisa menemuimu?” geram Chan Yeol.

“Oh baiklah. Temui aku di lintasan yang kita tempati tahun lalu.”

“Apa jaminanmu kalau Baek Hyun tidak akan kenapa-kenapa?”

Oh, aku tidak bilang kalau aku akan membawa kekasihmu. Hanya bertemu untuk membuat kesepakatan bukan? Aku mau lihat dulu bagaimana sikap kooperatifmu.

Cukup!!

Brengsek!!” Pekik Chan Yeol kemudian menstarter motornya dan melesat meninggalkan parkiran cafe tempat mereka singgah saat menerima telepon dari Kris.

Kai dan Se Hun terlonjak kaget, tidak sempat menduga bahwa Chan Yeol akan meninggalkan mereka secepat itu.

“Se Hun-ah cepat naik. Chan Yeol!!! Tunggu!!” pekik Kai panik, kemudian sebisa mungkin mengejar motor Chan Yeol yang melesat dengan kecepatan gila di depannya. Kai hanya bisa menduga, apapun yang dikatakan Kris pada Chan Yeol, ia yakin bahwa Kris tidak akan selamat setelah ini.

♨♨♨♨

Kris tertawa puas setelah sambungan teleponnya dengan Chan Yeol terputus. Ia memandang Baek Hyun yang duduk meringkuk di atas tempat tidur dan memojokkan dirinya di sana. Wajah namja mungil itu memucat ketika sempat dibuat terkejut oleh Kris yang bersikap seolah hendak melakukan ‘sesuatu’ padanya.

“Hey… Kau memberikan apa pada Park Chan Yeol sampai ia begitu mementingkanmu sampai seperti ini?” tanya Kris santai.

Baek Hyun menggeleng, tetap waspada.

“Kupikir orang seperti dia tidak mengerti masalah cinta, konyolnya dia justru mudah diperdaya hanya karena kekasihnya disekap.”

Baek Hyun meremukkan kedua tangannya, hendak rasanya ia menyerang namja tinggi di depannya ini, mencakarnya, menggigitnya, mematahkan lehernya, meninju wajahnya. Namun sayang mungkin yang terjadi justru kebalikannya jika ia betul-betul nekat. Melihat sesangar apa namja di depannya ini. “Sebenarnya… Apa yang kau inginkan darinya?” tanya Baek Hyun memberanikan diri.

“Hm? Yang kumau?” Kris tampak berpikir, kemudian dengan santai merebahkan tubuh jangkungnya di dekat Baek Hyun, membuat namja mungil itu semakin terpojok. “Apa Chan Yeol pernah menceritakan padamu tentang turnamen pertama kami?”

“Tidak… dan kurasa aku tidak tertarik. Lepaskan saja aku sebelum Chan Yeol menghabisimu.”

“Jangan sesombong itu. Semua orang tahu kalau kekasihmu sangat brengsek dan bisa melakukan apa saja. Tapi jangan kira aku takut padanya. Kalau aku mau, aku bisa memperkosamu sekarang dan membuangmu setelahnya.”

Deg~

Wajah Baek Hyun seketika memucat. Mengingat bahwa Chan Yeol saja tidak pernah ‘menyentuhnya’. Tidakkah ini ironis jika ia justru jatuh ke tangan musuh dari kekasihnya sendiri?

Kris beringsut, memposisikan tubuhnya untuk duduk di hadapan Baek Hyun yang semakin meringkuk ketakutan. “Aku akan membuat Chan Yeol melakukan hal yang pernah kulakukan karenanya,,” lirih Kris datar namun penuh makna di sana.

Baek Hyun mengerutkan keningnya bingung. “Ma… Maksudmu?”

“Kita tunggu saja, manis. Aku akan menemuinya malam ini, dan akan kupastikan kau bisa melihat kekasihmu mengemis padaku seperti anjing.”

Deg~

Mata Baek Hyun membulat penuh. “Kau tidak bermaksud…”

Kris hanya mengangkat bahunya, meraih tengkuk Baek Hyun dengan cepat dan hendak menciumnya. Tapi jelas Baek Hyun mengelak dan hampir menamparnya. Dan itu justru membuat Kris tersenyum. “Menarik.”

“Mau apa kau?”

“Aku semakin ingin melihat Chan Yeol mengemis seperti anjing.”

“Sedikit saja kau mencelakai Chan Yeol, aku akan… akan…”

“Akan apa? Hum?” Kris mencengkram dagu Baek Hyun, memaksanya untuk mendongak, mengabaikan rintihan kesakitan yang keluar dari bibir mungil itu. “Memangnya apa yang bisa kau lakukan?”

Baek Hyun terdiam, jelas sadar bahwa posisinya tidak tepat untuk memberi ancaman, karena nyatanya, justru posisinya lah yang terdesak. Setelah ini, ia selamat pun tetap akan dipertanyakan ‘keutuhannya’, melihat segila apa namja di depannya ini.

“Akan kubuat ini semakin menarik, manis. Ah entahlah, bagaimana ini? Kau membuat hatiku tergelitik.”

“Ap… Apa maksudmu?”

“Oh maaf bila bahasa Koreaku cukup rancu. Kau tahu? Kekasihmu itu suka sekali taruhan. Mari kita lihat, apa setelah ini dia masih ingin taruhan denganku?”

Baek Hyun menelan ludahnya susah payah. Rahangnya terasa kram karena cengkraman jemari besar Kris. “Kenapa? Kenapa kau begitu berambisi menghancurkan Chan Yeol? Apa yang telah ia perbuat padamu?”

“Kenapa? Apa jika kuberitahu, kau akan membayarnya?”

Baek Hyun terdiam, menantikan kelanjutan kalimat Kris.

“Kukatakan sekali lagi. Akan kubuat Chan Yeol melakukan hal yang pernah kulakukan karenanya. Dan akan kubiarkan kau menyaksikan kehancuran kekasih brengsekmu itu!” tegasnya. Walau Baek Hyun yakin, dia sama sekali tidak mampu menangkap apa maksud namja di depannya ini. Tapi satu yang sangat jelas.

Ini pasti hal buruk.

♨♨♨♨

Kyung Soo menggosok kedua telapak tangannya, mekanisme menghindari dinginnya malam yang mulai menyerang tubuhnya.

“Kyung Soo-shii, ada baiknya kita menunggu di dalam,” saran Lu Han yang berdiri di sebelahnya.

“Eum, kau masuk saja Lu Han-shii, aku akan menunggu di sini,” balas Kyung Soo sambil menyunggingkan senyum.

“Kurasa… Kai tidak akan suka kalau kau menunggunya di luar.”

Kyung Soo menoleh dengan asli terangkat. “Kau tahu dari mana kalau Kai tidak suka?”

“Maksudku, dia begitu menyayangimu. Dia tidak akan suka jika kau menunggu di luar karena tidak baik untuk kesehatanmu.”

“Lu Han-shii…”

“Ne…”

“Ada masa dimana kau tidak harus tahu dan ikut campur urusan orang lain. Aku tidak tahu sedekat apa kau dengan Kai, tapi bisakah kau tidak menunjukkan sikap seolah kau lebih tahu Kai dari pada aku?”

Lu Han menunduk sembari meremas ujung sweaternya. “Maaf, aku hanya… berusaha.”

Kyung Soo menghembuskan nafasnya, kemudian menghampiri Lu Han dan menggenggam kedua tangannya. “Tidak, maksudku… Tolong mengertilah. Aku sudah seperti ini sejak kecelakaan itu. Aku sendiri tidak tahu kenapa, tapi sejak saat itu, aku bisa lima kali lebih sensitif dari biasanya jika sudah menyangkut masalah Kai. Entahlah, kuharap kau mengerti. Aku sudah tidak punya alasan untuk hidup sejak kecelakaan itu. Tapi Kai selalu ada di sisiku, memberiku semangat hidup, sampai aku memutuskan bahwa tujuan hidupku adalah terus bersama Kai.”

“Aku mengerti. Maaf membuatmu merasa terusik.”

“Tidak, bukan begitu. Oh baiklah, kadang aku tidak suka melihat sikap Kai terhadapmu. Tapi terlepas dari itu semua, aku akan selalu mempercayai perkataan Kai.”

Lu Han tersenyum, ikut mengeratkan genggamannya di tangan Kyung Soo. “Aku hanya ingin dekat dengan kalian, jadi maaf jika usahaku justru membuatmu terusik.”

Kyung Soo balas tersenyum. “Sudahlah, lupakan saja. Dan sepertinya kau benar. Sebaiknya kita menunggu di dalam. Aku juga merasa sedikit haus.”

“Kita buat cokelat panas saja. Sekalian untuk menyambut mereka kalau sudah pulang.”

“Ide bagus, Kai suka itu. Kajja.”

Lu Han semakin mengembangkan senyumannya. Entah kenapa ia semakin menikmati perannya itu. Terlebih setelah tahu, ia bisa saja ‘merusak’ banyak orang sekaligus jika ia bertindak. Tapi tidak…

Belum!

♨♨♨♨

Chan Yeol terlihat tenang. Bahkan sangat tenang, duduk di atas besi pembatas jalan yang bengkok karena memang dia dan rekan-rekannya berada di lokasi yang cukup membuat atmosfer di sekitar mereka mengalahkan dinginnya cuaca malam.

Lokasi kecelakaan itu!

Kai sebisa mungkin menahan perasaannya, karena diantara mereka bertiga, Kai lah yang paling ‘terikat’ dengan tempat itu. Melupakan sejenak perasaan pribadinya, mengingat keadaan Chan Yeol cukup membuatnya cemas. Karena Kai juga Se Hun jelas paling tahu bahwa keadaan Chan Yeol yang tenang itu justru lebih parah dibandingkan jika ia mengamuk. Begitu kosong dan tidak tertebak. Takutnya, ada hal yang sangat buruk terjadi setelah ini.

“Chan Yeol-ah…” tegur Kai tertahan saat ia melihat Chan Yeol mengeluarkan sesuatu di balik saku jaketnya.

Pisau lipat!

“Kuusahakan tidak akan membunuh,” sahut Chan Yeol seakan mengerti teguran panik Kai.

“Lalu pisau itu?”

Chan Yeol sedikit melompat untuk menapakkan sepatu bersol geriginya di tanah beraspal. Memainkan pisau lipat di tangannya, terlihat cukup ahli. Menandakan ini bukan pertama kalinya Chan Yeol memegang pisau lipat seperti itu. “Pengingat untuknya, kalau aku tidak suka tindakannya ini.”

“Chan Yeol…”

“Diamlah, tunggu si China itu menampakkan diri.”

Chan Yeol, Kai dan juga Se Hun menoleh ke ujung jalan yang sepi saat mereka mendengar suara deru motor yang cukup familiar.

Kai kontan merengkuh lengan Chan Yeol begitu ia melihat Chan Yeol sudah membuka pisau lipatnya dan menyembunyikannya di balik lengan jaketnya. “Chan Yeol-ah, jeball.”

Chan Yeol tidak menggubris. Ia tetap diam dengan pandangan dingin, mencekam. Kai yang terus waspada, menoleh pada Se Hun, memberi kode untuk bersiap-siap kalau saja Chan Yeol langsung mengamuk. Se Hun mengangguk sebagai persetujuan, ia merapatkan kaos tangan hitamnya dan meningkatkan kewaspadaan penuh.

Motor besar berwarna hitam dengan corak absrtak berwarna ‘langit senja’ itu berhenti tepat di depan barisan Phoenix dan motor milik Kai. Dan sudah pastilah itu si China.

Kris Wu.

“Maaf… Maaf, aku terlambat. Salahkan namja cantikmu yang sukses menyita waktuku,” ucap Kris santai setelah melepas helmnya.

“Betul-betul cari mati,” bentak Kai, sementara ia mati-matian menahan tangan Chan Yeol yang nyaris lepas kendali. Ia bisa saja ceroboh, bisa saja acuh dan membiarkan Kris mati terkoyak oleh pisau lipat Chan Yeol. Namun ia sadar, harus ada pihak yang mampu berpikir jernih di sini. Kris datang sendiri jelas sudah dengan perhitungan matang, bukan untuk mengantar nyawa. Tebakannya…

Keselamatan Baek Hyun taruhannya.

“Dimana dia?” tanya Chan Yeol dengan nada dingin.

“Tenanglah, dia aman. Makannya baik, tidurnya juga baik. Sangat lelap,,” jawab Kris kemudian turun dari motornya dan berhadapan dengan Chan Yeol, tak cukup 3 meter.

“Jangan menguji kesabaranku Kris Wu. Katakan apa maumu, dan cepat kembalikan Baek Hyun padaku,” ancam Chan Yeol dengan tubuh mulai bergetar menahan gejolak amarah yang bertumpuk hingga ubun-ubunnya.

“Dia ada di tempatku. Sekali lagi kukatakan, dia aman. Mungkin keadaan akan berbalik jika saja kau membunuhku sekarang, dan dalam sejam kau akan bertemu dengan kekasihmu. Oh maksudku… jasadnya.”

Chan Yeol mendesis, bahkan meludah. “Selama hidupku, aku cukup banyak bertemu dengan pecundang, namun baru kali aku bertemu pecundang rendahan sepertimu.”

“Mulutmu Park Chan Yeol!”

“Apa? Kau tidak gila kan? Tindakanmu ini lebih murahan dari pada seorang pengecut. Kau tahu?”

Kris memutar bola matanya, berusaha tidak peduli. “Whatever, apapun lumrah bagiku. Salahkan dirimu yang menampakkan kelemahanmu terang-terangan di hadapan musuh.” Kris tertawa meremehkan. “Aku tidak pernah menyangka, sosok tangguh seperti Park Chan Yeol akan berubah menjadi sosok lemah seperti bayi yang kehilangan botol susu saat kekasihmu kuculik. Menyedihkan. Jadi… bisa kita ralat siapa yang pecundang di sini?”

“Berhenti mengoceh pengecut. Jangan sampai aku punya niat menculik kekasihmu dan mengembalikannya dengan keadaan hancur!”

Kris mengangkat alisnya, kemudian kembali tertawa. “Baiklah… Baiklah. Ini mudah. Sangat mudah. Terhitung 2 hari lagi turnamen itu akan berlangsung, dan niatku adalah membuatnya semakin menarik.”

“Apa maksudmu?”

“Sama seperti turnamen pertama kita Park Chan Yeol,” Kris menarik sudut bibir kirinya, menampakkan evil smirk yang nyaris membuat Chan Yeol melempar pisaunya ke arah namja itu. “Kita adakan taruhan secara pribadi.”

Chan Yeol memejamkan matanya sejenak, kemudian menghela nafas. “Kenapa tidak sekarang saja pecundang? Turnamen itu adalah turnamen berpasangan, dan kau tahu artinya bukan?”

“Hum, berpasangan. Tapi bukan berarti kau harus dengan kekasihmu kan? Jangan jadikan ini alasan. Kesimpulannya, akan kupertimbangkan untuk mengembalikan namja cantik itu kalau kau menang dariku di turnamen nanti.”

Kai merasakan tubuh Chan Yeol mengeras. Paham betul bahwa sahabatnya ini berjuang agar tidak tersulut emosi dan berakhir dengan memutuskan leher namja brengsek di hadapan mereka.  “Apa syaratnya?”

“Syarat?”

“Menang darimu dalam balapan adil itu semudah membalikkan telapak tangan, Kris Wu. Jadi kau pasti sudah menyiapkan sesuatu yang licik agar sebisa mungkin aku kalah. Ah, siapa yang lupa kalau kau adalah seorang pengecut?”

Kris meremukkan tangannya, seharusnya ia sadar lebih awal bahwa mengajak Park Chan Yeol berdebat hanyalah akan meruntuhkan pertahanan mentalnya. Seperti sikap angkuh Kris yang perlahan hancur hanya karena kalimat yang dilontarkan Chan Yeol. “Menang dariku di turnamen nanti. Syaratnya sesuai yang ditetapkan Mr.X saja, membawa pasangan. Melihat sikap brengsekmu, kupikir dalam sehari kau pasti akan menemukan pengganti Baek Hyun. Itu saja. Selebihnya, kuserahkan Baek Hyun padamu atau tidak, itu tergantung hasil akhirnya,” lanjut Kris dengan tatapan meremehkan.

Chan Yeol tidak mengucapkan apapun lagi. Kai bahkan lengah saat dengan tiba-tiba Chan Yeol lepas dari genggamannya dan berakhir dengan menghadiahkan pukulan telak di pelipis Kris. Membuat namja tinggi itu terhuyung ke belakang.

“Kau tidak hanya menguji kesabaranku namja biadab!!!” pekiknya dan…

Slab~

Kai menghentikan langkahnya yang hendak menghampiri Chan Yeol, ia juga menahan pundak Se Hun yang berdiri di sebelahnya. “Chan Yeol… Ja… Jangan gegabah,” Kai berusaha memperingatkan.

Chan Yeol menggeram dengan sorot mata tajam. Tangan kanannya yang memegang pisau terulur ke depan hingga sisi tajam pisau itu menempel persis di leher Kris. Sementara tangan kirinya sudah ia gunakan untuk mencengkram kerah jaket rivalnya itu. “Kau kesini hanya cari mati Kris Wu!”

Kris hanya mengangkat bahu, terlihat sangat santai padahal dalam sekali gerakan bisa jadi batang tenggoroknya akan putus oleh pisau lipat Chan Yeol. “Hanya menawarkan. Kau mau kekasihmu kembali dalam keadaan ‘utuh’? maka ikuti aturan mainku.”

Chan Yeol mengatupkan rahangnya rapat-rapat, terlihat jelas dari pergerakan tulang rahangnya yang kokoh, juga bunyi gemeretak dari sana, menandakan bahwa Chan Yeol mati-matian menahan emosinya agar tidak berakhir dengan membunuh namja brengsek di depannya ini.

Sedikit. Karena kenyataannya, sisi pisau yang sangat tajam itu sukses ‘menyapa’ kulit leher Kris dan memutuskan puluhan pembuluh kapiler di lapisan kulitnya. “Kutegaskan sekali lagi, jika terjadi apa-apa pada Baek Hyun. Kau tidak akan kulepaskan. Semua pengikutmu akan kuhabiskan, ah… dan aku bisa ke Beijing untuk menyapa keluarga Wu sebelum memusnahkan mereka tanpa sisa.”

Kris menyunggingkan senyum, mengabaikan perih di permukaan kulit lehernya. “Aku mengerti Park Chan Yeol. Aku hanya ingin membuat ini semakin menarik. Kurasa kau akan suka. Jadi lepaskan pisau ini atau akan kulakukan hal yang sama pada kekasihmu.”

Chan Yeol mendesis marah, kemudian dengan menahan gejolak amarahnya, ia menyingkirkan pisau lipatnya. “jangan sentuh dia. Aku betul-betul serius!”

Arasso… Arasoo,” jawab Kris santai, kemudian sedikit menoleh pada Kai yang berdiri tidak cukup jauh dari Chan Yeol. “Oh ya, Kim Jong In. Aku tidak akan membawa Tao, karena kukatakan padanya tidak perlu menyusulku ke sini. Jadi tidak perlu repot-repot mengincarnya.”

Deg~

Kai menelan ludahnya susah payah. Mencoba menenangkan diri agar keterkejutannya tidak terlihat. Walaupun ia betul-betul tidak habis pikir, bagaimana mungkin Kris tau tentang itu. “Santailah, mungkin itu bisa lain kali. Kami akan fokus pada ulah kekanak-kanakanmu ini dulu.”

Kris tertawa. Sangat meremehkan. “Bisa-bisanya kau mengesampingkan urusan pribadimu hanya karena urusan tidak penting rekanmu. Padahal kalau kulihat, kau masih jauh lebih baik dari rekanmu yang kau agung-agungkan itu.”

“Pulanglah, tindakanmu mengadu domba justru terlihat semakin mirip sampah,” balas Kai kemudian menghampiri Chan Yeol. Perlahan merebut pisaunya sebelum namja itu kembali murka. Ia bukan khawatir kalau Kris terbunuh. Ia hanya tidak ingin Chan Yeol melakukan tindakan sia-sia dengan membunuh pecundang seperti Kris dan berakhir menjadi tahanan penjara.

Kris hanya berdecak berkali-kali sebelum menghampiri motornya, dan mengenakan helmnya. “Sampai jumpa di turnamen nanti para bayi. Pastikan kalian tidak menangis di turnamen nanti,” ucapnya lantang kemudian menstarter motornya dan meninggalkan tempat itu.

Se Hun langsung menghampiri Chan Yeol, menepuk pundaknya agar namja itu menoleh. ‘Kenapa tidak kita kejar saja dia? Kita bisa membuntutinya sampai ke tempat dimana Baek Hyun disembunyikan!” saran Se Hun antusias.

Chan Yeol tidak menjawab, hanya menatap kosong ke ujung jalan dimana motor hitam dengan corak abstrak langit senja itu menghilang.

“Si China itu memang pengecut Se Hun-ah, tapi dia tidak bodoh. Lihat saja perhitungannya. Dia bahkan tidak takut datang sendiri padahal bisa saja dia sudah habis sejak tadi. Artinya, pertimbangannya sudah betul-betul matang. Membuntutinya, kurasa akan berdampak semakin buruk akan keselamatan Baek Hyun.” Kai yang menjawab. Dan itu membuat Se Hun mengangguk pasrah. Membenarkan dengan terpaksa.

Kai kembali menatap Chan Yeol, ‘sahabatnya’. Belum pernah selama hidupnya ia meihat ekspresi Chan Yeol sehampa itu. Kai hanya tidak ingin terkesan kejam dengan mengatakan bahwa Chan Yeol terlihat sangat menyedihkan sekarang. Tapi itu benar, ia tahu Baek Hyun memberi pengaruh besar bagi sahabatnya itu, tapi ia bahkan tidak sempat berpikir bahwa Chan Yeol akan semenyedihkan ini tanpanya.

“Chan Yeol-ah… Sebaiknya kita pulang karena kau harus beristirahat. Demammu belum reda. Kau juga harus menjaga staminamu sebelum turnamen,” pinta Kai.

Chan Yeol menoleh lemah. Tatapannya sayu, mungkin pengaruh kondisinya yang betul-betul tidak baik. “Baek Hyun… Akan baik-baik saja kan?”

Kai membelalak tak percaya. Namun buru-buru ia sembunyikan keterkejutannya itu. Chan Yeol yang setiap saat terlihat begitu percaya diri dan yakin pada apa saja yang ada di otaknya kini terlihat begitu rapuh karena kecemasannya yang berlebihan. “Tentu saja. Kita tahu Baek Hyun tidak selemah itu, dan… Si China jelas tidak akan ambil resiko dengan melanggar perjanjian.”

Chan Yeol tidak merespon lagi. Ia menghembuskan nafas panjang kemudian menghampiri Phoenix di tepi jalan. “Tolong aku Phoenix-gun.”

Kai dan Se Hun saling bertatapan sejenak. Hanya bisa mematikan hati melihat kondisi rekannya yang cukup sekarat. Apapun yang akan mereka hadapi di depan, mereka berjanji akan melewatinya demi menyelamatkan Baek Hyun.

♨♨♨♨

Baek Hyun terperanjat saat pintu kamar tempatnya disekap seketika terbuka. Dan sosok menjengkelkan itu muncul lagi di hadapannya.

“Hei, kenapa menyambutku dengan tatapan sebengis itu? Aku baru saja menemui kekasihmu, tidak mau mendengar sesuatu?”

“Lepaskan saja aku.”

Kris tertawa (lagi), menghampiri Baek Hyun dengan duduk di tepi tempat tidur, tepat di sebelah tubuh mungil yang duduk bersandar itu.

“Aku tidak akan repot-repot menculikmu kalau ujung-ujungnya kulepaskan dengan mudah kan? Rasionallah sedikit,” ucapnya sembari menyentuh pipi Baek Hyun.

“Jangan sentuh!” bentak Baek Hyun setelah menepis kasar tangan Kris.

“Wae? Hanya karena kau milik Chan Yeol?”

Baek Hyun tidak merespon, karena ia pikir itu percuma, ia akan semakin terpojok dengan sikap semena-mena namja yang menyekapnya ini.

“Apa yang kau lihat dari seorang Chan Yeol? Heum? Dia itu terkenal brengsek.”

Baek Hyun melengos, mencoba tenang. “Tidak lebih brengsek darimu.”

“Benarkah? Kau bisa bertahan dengan orang yang terlihat begitu santai saat melukai orang lain?”

Baek Hyun mengerutkan kening, bingung.

Kris tersenyum, melihat respon Baek Hyun yang mulai terpengaruh. Dengan gerakan pelan ia menurunkan zipper jaketnya sebatas dada, dan melonggarkan bagian kerahnya. Disitulah Baek Hyun terkejut melihat kulit leher Kris yang seingatnya sebelum Kris pergi tidak ada cacat sama sekali di sana. Namun kini terlihat dengan sangat jelas sebuah goresan dengan sedikit rembesan darah segar di sana. Bukan luka yang cukup parah, tapi mengingat goresan itu sampai mengeluarkan darah, Baek Hyun bisa sedikit menebak bagaimana murkanya Chan Yeol saat ini.

“Chan Yeol adalah tipe orang yang bisa melakukan ini dengan mudah,” Kris menyeka tetesan darah di lehernya, sengaja memperlihatkannya pada Baek Hyun. “Tanpa pikir panjang. Tidak menutup kemungkinan… dia juga bisa menjadi seorang pembunuh.”

Baek Hyun menatap Kris tepat di manik mata, tajam. Emosinya tersulut, apalagi di kalimat terakhir Kris yang baru saja tertangkap oleh telinganya. “Bahkan jika itu aku, maka akan kulakukan hal yang sama pada orang sebrengsek dirimu. Kurasa ini alamiah. Seseorang akan murka jika orang yang dianggap penting bagi dirinya dicelakai orang lain, apalagi itu oleh musuhnya. Kurasa kau tahu, binatang juga akan melakukan hal yang sama. Dan jika kau tidak berpikiran seperti itu… mungkin ada yang salah pada dirimu sampai kau terlihat lebih rendah dari binatang.”

PLAK~

Kris meradang, langsung mencengkram rahang bawah Baek Hyun setelah menamparnya cukup keras. “Jangan pikir karena aku tertarik padamu maka aku tidak akan berbuat kasar. Sudah kubilang, kalau aku mau, kau mungkin sudah hancur sekarang. Jadi buang jauh-jauh keangkuhanmu itu dihadapanku atau kau akan tahu akibatnya.”

Baek Hyun tersenyum sinis, mengabaikan perih di pipi kirinya. “Kau tahu, aku paling tidak suka melihat Chan Yeol menindas orang lain, bahkan menghajar orang lain. Tapi mungkin aku bisa meralat itu setelah melihatmu. Aku betul-betul berharap Chan Yeol menghancurkanmu sekali lagi.”

Kris memejamkan matanya sejenak, wajahnya memerah menahan emosi. Tapi itu gagal. Detik berikutnya ia mencengkram puncak Baek Hyun dan menghempaskan tubuh mungil itu hingga terbaring dalam keadaan terlentang di atas ranjangnya.

See, kau sendiri yang memulai, namja jalang!” makinya kemudian dengan sigap menyentak kemeja Baek Hyun hingga beberapa kancingnya terlepas dengan paksa.

Baek Hyun mengatupkan bibirnya rapat-rapat, sebisa mungkin melawan saat Kris berusaha menciumnya. Ia memang harus melawan. Harus mengelak. Untuk mempertahankan sesuatu yang bahkan kekasihnya sendiripun tidak tega merusaknya. Karena ia begitu berharga.

“Cukup keras kepala juga.” Kris dengan berang mencengkram kedua pergelangan tangan Baek Hyun dan menahannya persis di sisi kepala Baek Hyun. Membuat Baek Hyun seakan terkunci dan tidak bisa lagi memberikan perlawanan.

“Jika kau berani menyentuhku, maka kau tidak perlu khawatir Chan Yeol membunuhmu, karena aku yang akan membunuhmu lebih dulu,” ancam Baek Hyun dengan wajahnya yang memerah padam. Menampakkan emosi bergemuruh yang membuat darahnya mendidih hingga ke kepala.

“Benarkah? Kalau begitu, bunuh aku setelah ini.” Kris tersenyum kemudian menundukkan wajahnya menuju sepasang bibir manis di depannya.

Baek Hyun gelagapan. Berusaha menggerakkan tangannya yang betul-betul terkunci. Dan saat bibir Kris sudah hampir menggapainya, ia tidak berpikir panjang lagi untuk akhirnya meludahi wajah Kris.

Namja berpostur tubuh sempurna itu memejamkan mata refleks saat Baek Hyun meludahi wajahnya. Ia seka cairan saliva itu kemudian membuka mata dan menatap Baek Hyun tajam.

Pplak~

 

Sekali lagi ia menghadiahkan sebuah tamparan keras di pipi Baek Hyun yang kini betul-betul memerah. Bahkan sudut bibirnya mengeluarkan darah, menandakan bahwa tamparan itu sukses mengonyak dinding bagian dalam mulutnya.

Baek Hyun meringis, kali ini betul-betul tidak tertahan sakitnya saat tangan besar itu menampar pipinya.

“Seharusnya kupertimbangkan sikap kurang ajarmu sejak awal karena kau adalah kekasih si brengsek itu,” geram Kris sembari melepas ikat pinggangnya.

Baek Hyun meronta saat Kris membalik tubuh mungilnya dengan mudah, mengikat pergelangan tangannya di belakangn dengan ikat pinggang tadi. Hal itu semakin membuat pergerakan Baek Hyun semakin terkunci.

“AKH~” pekiknya saat ia merasakan Kris sudah menyerang tengkuknya.

“Harusnya kau belajar untuk mengambil sikap di hadapanku. Karena aku memang cukup mudah tersulut emosi,” bisik Kris persis di belakang telinga Baek Hyun.

“Kau… S… Sampah!” umpat Baek Hyun kesulitan karena Kris menindih punggungnya.

“Hm, akan kubuat kau lebih kotor dari sampah,” balas Kris sembari menggigit telinga Baek Hyun.

Namja mungil itu mengatupkan mulutnya rapat-rapat. Air matanya sudah keluar bergerombol. Usahanya melawan justru membuat tenaganya terkuras habis.

Chan Yeol…. Park Chan Yeol…. tolooonngg….

♨♨♨♨

Kai dan Se Hun terkejut saat melihat Chan Yeol tiba-tiba ambruk di depan pinta Red villa. Dua namja tampan itu segera menghampiri sahabatnya dan membantunya berdiri.

Gwenchanayo Chan Yeol-ah?” tanya Kai cemas. Terlebih melihat wajah Chan Yeol semakin pucat dan keringat dinginnya bercucuran.

“Baek Hyun… Byun Baek Hyun… aku harus… ” lirih Chan Yeol susah payah. Ia mencengkram dada kirinya cukup erat, dan melihat bibirnya yang membiru, Kai yakin bahwa rekannya itu sudah pasti berusaha mati-matian menahan rasa sakitnya.

“Chan Yeol-ah….!” pekik Kai saat kesadaran Chan Yeol akhirnya lenyap. Ia mengumpat berkali kali –entah kepada siapa- kemudian membawa tubuh berat Chan Yeol dan membaringkannya di sofa ruang tamu, dibantu oleh Se Hun.

Kyung Soo dan Lu Han yang mendengar suara pekikan Kai buru-buru keluar dari arah dapur.

“Ya Tuhan!!” pekik Kyung Soo langsung menghambur ke arah Chan Yeol yang terbaring tak sadarkan diri itu.

“Kyung Soo-ya, ambilkan air hangat. Juga obat!” perintah Kai berusaha terlihat tenang.

“N… Ne.”

“Ap… Apa tidak sebaiknya kita membawanya ke rumah sakit?” saran Lu Han , tampak tak kalah cemas.

“Chan Yeol benci rumah sakit. Akan jauh lebih buruk jika ia tahu kita membawanya ke rumah sakit. Dan memang, kurasa Chan Yeol tidak butuh dokter.”

Lu Han mendekat, kemudian menggenggam pundak kiri Kai, berniat menenangkan ‘kekasih’nya itu. “Jika ada yang bisa kulakukan, tolong katakanlah. Akan kulakukan apapun,” ucapnya terlihat sangat tulus.

Kai menghembuskan nafas lelahnya, berusaha tersenyum walau gagal. Ia menyentuh pipi Lu Han dan mengusapnya pelan. “Ada baiknya kau beristirahat. Bukankah kondisimu juga belum sepenuhnya pulih?”

“Tapi Kai…”

“Ini air hangat dan obat…..nya….” suara Kyung Soo melemah di kalimat terakhir saat melihat sesuatu yang cukup mengusik hatinya. Namun sekali lagi ia abaikan. Ia menggelengkan kepalanya berkali-kali kemudian menghampiri Chan Yeol yang terbaring di atas sofa itu.

“Kyung Soo-ya,” lirih Kai menyadari perubahan ekspresi wajah kekasihnya itu.

“Aku tahu, aku tahu. Aku tidak apa-apa,” jawab Kyung Soo seakan mengerti teguran Kai. Dengan cekatan ia membuka jaket kulit Chan Yeol. Meminimalkan namja itu semakin gerah.  Selanjutnya mengompres keningnya.

Kai menghela nafas cukup panjang kemudian menoleh pada Se Hun. Seperti memberi kode dengan gerakan mata ke arah Lu Han. Dan dimengerti betul oleh Se Hun.

Namja tampan yang tidak pernah berbicara itu menghampiri Lu Han dan langsung menggenggam tangannya.

Lu Han mengangkat alis, tidak mengerti. Namun saat Se Hun mengangguk sejenak sembari menunjuk Kyung Soo dengan dagu, Lu Han pun mengerti. Dan akhirnya mengikuti langkah Se Hun menuju lantai dua. Lebih tepatnya lagi, kamar tidurnya.

“Demamnya cukup tinggi. Ada baiknya kita panggilkan dokter untuk Chan Yeol. Kalau dia akan membunuh kita saat kita membawa ke rumah sakit, mungkin membawa dokter untuk memeriksanya sejenak kurasa dia tidak akan menyadarinya, jadi__”

Greb~

Ukuran mata indah Kyung Soo semakin membesar saat ia merasakan lengan kekar Kai memeluknya dari belakang. “A… Ada apa ini Kai? Sebaiknya kita fokus pada__”

“Maafkan aku,” lirih Kai persis di telinga Kyung Soo.

Deg~

“U… Untuk apa? Sudah kubilang tidak apa-apa.”

Kai semakin mempererat pelukannya. “Tegur aku jika kau tidak suka sikapku. Aku akan berusaha merubahnya.”

Kyung Soo memejamkan matanya pelan, kemudian menghembuskan nafasnya cukup panjang. Lagi-lagi seperti ini. Kai terlalu pandai mengendalikannya, hingga selalu saja Kyung Soo merasa sebagai pihak yang selalu mengekang di tempat terakhir.

“Kyung Soo-ya…”

“Kai… Katakan jika ada sesuatu yang tidak kau dapat dariku tapi kau dapat dari orang lain. Aku akan berusaha memberikannya untukmu.”

Deg~

Kai langsung melepas pelukannya dan memutar tubuh Kyung Soo hingga mereka berhadapan. “Kyung Soo-ya… bicara apa kau?”

“Aku… Hanya mengatakan apa yang kurasakan sekarang Kai. Aku sudah memberikan apapun yang kumiliki padamu. Tapi semakin hari, entah kenapa aku justru melihatmu seolah merasa tidak cukup?”

“Apa maksudmu? Tidak cukup apa? Aku sudah mendapatkan semuanya darimu. Dan itu sempurna, tidak ada lagi yang kuinginkan.”

Kyung Soo terdiam, menatap manik mata hitam Kai lamat-lamat. Detik-detik berlalu dalam hening yang cukup mencekam, sampai sebuah helaan nafas lelah menghapus kebisuan, dan senyum melenyapkan prasangka yang terlanjur timbul. “Aku percaya,” tegas Kyung Soo, walau dengan nada selembut biasanya.

Itu hanya sebuah kalimat pendek yang didengar Kai, namun kenapa jatuhnya justru tepat ke titik vital di jantungnya? Menimbulkan degupan kecil dengan gema membahana ke seluruh ruang jantungnya. “Kamsahamnida,” balasnya justru terdengar sangat kaku.

“B… Baek Hyun… Baek Hyun…”

Kai dan Kyung Soo menoleh bersamaan pada sumber suara. Chan Yeol terlihat semakin gelisah dan wajahnya semakin memucat.

“Kai…” lirih Kyung Soo semakin cemas.

“Aku… Takut mengatakannya, tapi kurasa Chan Yeol seperti ini karena ia merasakan sesuatu.”

“Maksudmu?”

“Sebuah firasat buruk,” Kai menoleh pada Kyung Soo dan menatapnya dengan makna tersembunyi. “Tentang Baek Hyun.”

♨♨♨♨

Plak~

 

Sebuah tamparan lagi menyapa pipi Baek Hyun yang betul-betul basah akan air mata. Kris menutup mulutnya dengan telapak tangan kanan dan sedikit demi sedikit rembesan darah keluar dari sela-sela jarinya.

Kris tidak habis pikir, bahkan setelah tangannya terikat sekalipun namja mungil itu masih bisa melawan. Jangan lupakan penyebab bibirnya koyak dan mengeluarkan darah. Bisa terlihat dari memar ringan di kening Baek Hyun. Itu terjadi saat sekali lagi Kris mencoba menciumnya, namja mungil itu justru menubrukkan keningnya ke wajah Kris dan berakhir menghantam bibirnya hingga berdarah.

Kesabaran Kris yang sudah habis sejak tadi kini semakin menuntunnya untuk mengabaikan keselamatannya di masa depan. “Kau betul-betul membuatku marah Byun Baek Hyun!” bentak Kris kemudian menyobek kaos tipis yang dikenakan Baek Hyun di dalam kemejanya yang sudah terlepas.

“Lepaskan brengsek…!!!” Baek Hyun kembali memberontak saat tangan Kris mulai menyentuh permukaan kulit dadanya.

“Diam!!” Kris menangkup telinga Baek Hyun dan menahannya agar tidak bergerak. Kris kembali menundukkan wajahnya, dan saat Baek Hyun sudah tidak punya cara untuk melawan, ia akhirnya hanya bisa mengatupkan bibirnya rapat-rapat agar tak ada celah bagi Kris untuk mengecapnya barang seinchi pun.

Gege…”

Deg~

Kris menghentikan usahanya untuk mencium Baek Hyun karena telinganya menangkap sesuatu. Ia menatap Baek Hyun lamat-lamat, namun ia yakin suara itu bukan berasal dari bibir yang terkatup rapat itu. Dan lagi… Baek Hyun jelas tidak akan memanggilnya dengan sebutan ‘gege’ walau ia hampir mati sekalipun.

Perasaannya semakin tidak enak karena ekor matanya menangkap sosok yang berdiri di ambang pintu yang terbuka, karena seingatnya, ia memang tidak menguncinya.

“Gege…”

Kris pun menoleh dengan cemas. Dan dengan mata kepalanya sendiri ia bisa melihat ‘kekasihnya’ berdiri di sana, mematung dengan pandangan mencekam.

“T… Tao…” lirih Kris tanpa suara. Namun sosok yang dipanggilnya akhirnya melangkah mundur dan meninggalkan tempat itu dengan langkah cepat.

Sh*t, kenapa dia datang?” umpat Kris dengan segera menyambar kaos hitamnya dan memakainya kilat sembari memaksa kaki panjangnya untuk mengejar Tao. ‘Kekasihnya’.

Hening…

Namun lambat laun menyeruak suara isakan pilu dan pedih. Baek Hyun menangis. Perih di pergelangan tangannya, memar di sebagian besar pungungnya, lebam di pipinya, namun tak mengalahkan rasa sakit yang tersembunyi di balik dadanya.

Keberuntungan mungkin masih berpihak padanya karena ia masih bisa mempertahankan harga dirinya. Namun yang membuatnya sakit adalah, membayangkan seterluka apa Chan Yeol jika melihat keadaan Baek Hyun sekarang.

Namja mungil itu berusaha menghentikan tangisnya. Sedikit bergeser agar mampu menyandarkan punggungnya di sandaran tempat tidur. Masih dengan pandangan berkabut karena biasan air mata, ia mengamati sekeliling, mencari apa saja untuk bisa membantunya melepas ikatan di tangannya itu. Namun nihil.

Terakhir, ia meraih selimut dengan kakinya, sebisa mungkin menutupi tubuhnya yang nyaris diklaim sebagai milik orang lain.

Bukan kekasihnya…

Tes…

 

Tes…

 

Tes…

 

 

“Chan Yeol… Tolong…”

♨♨♨♨

 

 

 “Dari mana saja kau Park Chan Yeol? Pihak sekolah baru saja menelpon kalau kau membuat keributan di sekolah dan kabur begitu saja. Kau sadar? Kau ini masih SMP!!”

 

“Oh, kau peduli?”

 

“Park Chan Yeol… Itu caramu berbicara dengan Ayahmu?”

 

“Aku sudah lupa caranya berbicara denganmu, aku bahkan tidak ingat kapan terakhir kau mengajakku bicara. Sudahlah, kau pergi saja ke luar negeri atau kemanapun. Jangan mengurusiku.”

 

“Park Chan Yeol!!!”

 

“Oh ya, kemarin aku baru saja membeli motor, tapi bukan dengan uangmu. Itu uang eommaku jadi jangan khawatir.”

 

“Apa maksudmu dengan membeli motor? Kau masih SMP, belum bisa mengendarai itu.”

 

“Aku tidak butuh izinmu.”

 

“Apapun bentuk kenakalanmu Park Chan Yeol, tapi jangan menjadi seorang pembalap liar.”

 

“Pembalap liar? Sepertinya menarik, terima kasih saranmu.”

 

“Park Chan Yeol!!!”

 

“Hampir lupa. Aku menghancurkan satu mobilmu saat kupakai belajar. Tapi kurasa kau tidak akan keberatan karena masih bisa membelinya lagi, kau juga masih punya banyak kan? Ah… Kudengar kau membeli yayasan sekolahku hanya agar aku tidak dikeluarkan? Percayalah, itu sia-sia saja.”

 

“Chan Yeol-ah!”

 

“Aku mau tidur. Jangan menggangguku.”

 

“PARK CHAN YEOL!!”

 

“Jangan berteriak dengan suara melengking. Aku tidak suka. Kau kembali mengingatkanku saat kau berteriak di depan Eommaku.”

 

“Kau!!!”

 

 

♨♨♨♨

 

 

 

“MAU SAMPAI KAPAN KAU MEMBUAT ONAR???”

 

“Wae? Kau keberatan?”

 

“Kau ingin membuat Appa malu?”

 

“Bingo!”

 

“Park Chan Yeol!!!”

 

“Telingaku sakit, aku mau keluar.”

 

“Appa belum selesai bicara, kembali kau anak kurang ajar!!”

 

“Bicaralah, siapa yang melarangmu bicara.”

 

“Park Chan Yeol!!! Di mana sopan santunmu?”

 

“Entahlah, mungkin sudah pergi bersama Eomma. Ah sudahlah, aku pusing mendengarmu.”

 

“Park Chan Yeol… aku Ayahmu!!”

 

“Ayah?  Ayolah… Itu sama sekali tidak lucu. Kurasa itu hanya status. Kau sama sekali tidak mendekati karakter seorang Ayah. Jika kau adalah Ayah, maka aku tidak akan kehilangan eommaku karena kelalaianmu. Itu saja, aku tidak akan mengumbar semua ketidakpedulianmu terhadap keluarga.”

 

“Park Chan Yeol!!!”

 

 

 

♨♨♨♨

“Mau kemana kau?”

 

“Bukan urusanmu!”

 

“Kau putraku. Kau penerusku satu-satunya, jadi bagaimana mungkin kau sesantai itu mengatakan bahwa kau bukan urusanku Park Chan Yeol!”

 

“Jangan mempersulit dirimu orang tua, menikah sajalah lagi, dan dapatkan anak bodoh yang mau menurutimu.”

 

Plak~

 

“5 kali. Kau sudah menamparku 5 kali minggu ini.”

 

“Dengar…”

 

“Dengar apa? Tidak ada lagi yang perlu dibahas. Aku mau pergi.”

 

“Kemana?”

 

“Sudah kubilang bukan urusanmu!”

 

 

♨♨♨♨

 

 

“Kau tidak apa-apa?”

 

“Hm… Hanya memar sedikit di punggung tanganku, memar karena memukul kurasa wajar.”

 

“Hahhaha, keren sekali. Terima kasih membantuku, walau sebenarnya menghadapi mereka seorang diri itu sama sekali bukan masalah untukku. Oh ya, namaku Chan Yeol, Park Chan Yeol!”

 

“Aku  Kim Jong In… Eum maksudku, panggil saja Kai!”

 

 

♨♨♨♨

 

 

“Lihat caranya mengerjakan mesin itu.”

 

“Heum, sayang sekali kalau dia hanya terkurung di bengkel jelek ini.”

 

“Apa tidak sebaiknya kita culik dia?”

 

“Kenapa harus menculik kalau dia bisa saja bergabung dengan kita. Tentu saja dengan suka rela.”

 

“Tapi bagaimana cara berbicara dengannya? Dia dari tadi diam saja. Kalau dia tidak tuli, pasti bisu.”

 

“Oh ya, kau selalu bawa buku kan? Berikan selembar kertas padaku. Kurasa aku tahu caranya berkomunikasi dengannya.”

 

♨♨♨♨

 

 

“Kau baik-baik saja? Apa kau terluka?”

 

“…”

 

“Apa pria tadi melukaimu? Ada yang sakit?”

 

“Sudahlah Kai, dia itu shock baru saja hampir diperkosa. Bawa saja ke markas.”

 

“Tapi…”

 

“Tenang saja, dia sudah kubeli. Maksudku… Dia bukan lagi pekerja di sini, dia bebas sekarang. Lebih baik bawa dia ke markas. Aku tidak suka ada anak seperti dia diperlakukan semena-mena di tempat ini.”

 

“Eum, kurasa kau benar Chan Yeol-ah.”

 

 

♨♨♨♨

 

 

“Hey…”

 

 “Ne?”

 

“Siapa namamu?”

 

“Aku?

 

“Ne, memangnya ada orang lain lagi di sini?”

 

 “Hm, aku… namaku Byun Baek Hyun.”

 

“Oh, nama yang bagus. Aku Park Chan Yeol.”

 

“Lalu apa yang bisa kubantu Chan Yeol-shii?”

 

 “Tidak banyak, mulai sekarang kau kekasihku.”

 

“Ne?”

 

♨♨♨♨

 

 

“Kai…”

 

“Hm…”

 

“Ini gila…”

 

“Apanya?”

 

“Aku… Sepertinya aku betul-betul menyukainya.”

 

“Siapa?”

 

“Siapa lagi? Anak yang kemarin kubawa ke sini dan kukenalkan pada kalian. Yang akan menjadi partnerku di turnamen nanti.”

 

“Eh? Byun Baek Hyun?”

 

“Ah benar, namanya Byun Baek Hyun.”

 

“Suka? Tumben sekali. Apa ada sesuatu?”

 

“Hm… Dia… Entahlah. Tatapannya, ekspresi wajahnya… Eum.. Memeluknya membuatku tenang, ck bagaimana menjelaskan ini. Ah… dia… juga sudah tidak punya ibu.”

 

 

♨♨♨♨

 

 

“Saranghae…”

 

“NE?”

 

♨♨♨♨

 

 

“Kalau aku di posisi Kai, dan yang dicelakai dulu adalah kau, aku tidak akan berhenti mencari sampai si China itu kutemukan dan kupatahkan kedua kakinya.”

 

 

“P.. Park Chan Yeol…”

 

“Aku… Serius. Jadi tolong, apapun yang terjadi, bagaimanapun kondisinya, jangan pernah jauh dariku.”

 

“N… Ne….”

 

♨♨♨♨

 

 

 

Chan Yeol…. Park Chan Yeol…. tolooonngg….

 

 

 

♨♨♨♨

 

 

BAEK HYUN-AHHH!!!”  Chan Yeol menjerit dengan suara beratnya, memecah hening yang tercipta walau sebenarnya posisi Matahari sudah cukup tinggi untuk diabaikan dalam sebuah kegiatan yang disebut tidur.

Namun Chan Yeol tidak tertidur dengan keinginannya. Tubuhnya memaksanya untuk rehat dari sakit fisik juga batin yang ia rasakan.

Ia benci ini. Ia benci saat ia merasa lemah. Semua memori yang tertanam kuat di otaknya, yang mengikatnya pada masa lalu kembali menyeruak. Menghilangkan sekat pemisah antara beragam rasa di hatinya. Senang, sedih, marah, bahagia dan segalanya. Dan jujur saja ia benci itu.

“Arghh…” keluhnya saat ia berusaha menggerakkan tangan kirinya. Ia bahkan tidak sadar kapan jarum dan infus set itu tertempel di punggung tangannya?

“Ya… Ya… Ya! Park Chan Yeol, apa yang kau lakukan?” cegah Kyung Soo saat ia masuk ke kamar Chan Yeol dan mendapati penghuni kamar itu dengan bodohnya mencabut paksa jarum infus di tangannya dan beranjak menuju lemari pakaiannya.

“Aku tidak butuh ini. Mana Kai? Jam berapa sekarang?” tanya Chan Yeol bertubi-tubi. Ia raih kaos hitam yang terlipat di dalam sana dan memakainya kilat. Mengabaikan rembesan darah di punggung tangannya. Bekas jarum infus yang dicabutnya paksa tadi.

“Kai ada di garasi bersama Se Hun. Jam… 4 sore, kau tidak sadarkan diri sejak semalam. Kenapa?”

Chan Yeol tidak menjawab. Ia beranjak dan melewati Kyung Soo begitu saja dan sedikit berlari menuruni tangga dan mempercepat langkahnya menuju garasi.

“Cha.. Chan Yeol-ah?” seru Kai kaget saat melihat sahabatnya itu langsung menaiki Phoenix dengan sangat terburu-buru. “Mau kemana kau?”

Chan Yeol terdiam sejenak, menatap Kai serius, dan detik selanjutnya ia berdecak dan mengacak rambutnya frustasi. “Aku tidak tahu… Aku tidak tahu.”

“Tenangkan dirimu. Jangan seperti ini. Saat kau sekacau ini, semuanya justru akan semakin berantakan. Tenanglah, dan kita pikirkan bersama.”

“Kai… Apa kau gila? Bagaimana mungkin aku bisa tenang sementara di sana, di tempat namja sialan itu mungkin saja Baek Hyun sedang tersiksa… menangis dan… arrgghhh…”

Kai menepuk pundak sahabatnya itu, berharap itu bisa menenangkannya. Melihat sekacau apa sahabatnya sekarang. Chan Yeol tidak pernah mengendarai Phoenix tanpa mengenakan jaket, tidak pernah tanpa helm, tidak pernah tanpa sepatu dan… apapun itu yang bisa menjelaskan bahwa Chan Yeol tidak seperti biasa. Betul-betul berantakan.

“Kita masih bisa menyelamatkannya Chan Yeol-ah. Setidaknya, Si China itu masih bisa dipegang kata-katanya. Apa susahnya menang adil darinya?”

Chan Yeol terdiam. Mencoba menenangkan dirinya. Ia bahkan baru sadar bahwa kepalanya sangat pusing dan tenggorokannya kering. “Turnamen itu, aku tidak mungkin ikut tanpa Baek Hyun. Lalu bagaimana aku bisa mengalahkannya?”

“Chan Yeol-ah, bukannya aku menuruti saran Si China itu, tapi mungkin dia benar. Kau bisa mencari orang lain.”

Chan Yeol mengangkat wajahnya, menatap Kai sejenak. Kemudian pandangannya teralih pada Se Hun yang tengah memainkan kunci Inggris di tangannya.

Namja tampan tanpa suara itu membelalak kaget. ‘Jangan aku… apa kau gila? Turnamen itu untuk sepasang kekasih! Dan berciuman??? Tidak… Tidak… Tidak.’

Lu Han muncul beberapa detik sebelum Chan Yeol merespon tebakan gila Se Hun. Namja cantik itu meletakkan nampan berisi 3 mug cokelat hangat di atas meja yang berada di belakang Kai.

Menangkap tatapan Chan Yeol yang tertuju pada pergerakan Lu Han, Kai segera menarik tangan Lu Han agar berdiri di sebelahnya dengan jarak yang cukup rapat. “Jangan dia. Aku yang membawanya.”

“Tapi kau punya Kyung Soo. Kai… bisakah kita fokus pada Baek Hyun dulu? Kurasa tidak apa-apa Kyung Soo ikut turnamen ini karena tujuannya bukan lagi balas dendam. Tapi menyelamatkan Baek Hyun.”

“Kau bisa cari orang lain Chan Yeol-ah. Jangan Lu Han. Oh baiklah ini bukan mengenai statusnya sebagai partnerku, ini tentang… Ja… Jangan menjadikannya sebagai alat untuk dimanfaatkan.”

Chan Yeol mengangkat alisnya. Ia sadar sekarang bukan saat yang tepat untuk marah, tapi Kai betul-betul salah bicara. “Kau mengatakan hal itu pada siapa? Padaku? Atau pada dirimu sendiri?”

Deg~

Tertegur telak, Kai terdiam.  Ia sendiri tidak mengerti tentang apa yang diucapkannya tadi, namun ia menyadarinya. Itu salah!

“Baek Hyun-ku, Kai… Dia bisa saja celaka, dan kau…”

“Chan Yeol-ah… Jebal… Maksudku bukan begitu…”

“Biar aku saja Chan Yeol-ah. Bawa aku.”

Deg~

Keempat namja yang ada di ruangan itu langsung menoleh ke arah pintu samping garasi. Mereka tersentak kaget, tapi tidak ada yang mengalahkan keterkejutan Kai.

“Do Kyung Soo!!! Hati-hati dengan ucapanmu!” tegur Kai, betul-betul tidak suka.

Kyung Soo mengabaikan teguran Kai. Dengan langkah pasti dia menghampiri Chan Yeol dan menggenggam tangannya erat. “Untuk menolong Baek Hyun. Libatkan aku Chan Yeol-ah. Kau tidak butuh orang baru dalam hal ini. Aku… Tidak seburuk itu jika dijadikan partner.”

Chan Yeol terdiam. Antara bingung dan… bisa jadi lega karena sudah terlihat jalan keluar.

“Do Kyung Soo!!!” bentak Kai lagi, kali ini ia bahkan menyentak tangan kekasihnya itu hingga tubuh mungilnya berbalik dan mereka bisa berhadapan. “Kau sadar apa yang baru saja kau katakan?”

Kyung Soo tersenyum, mengangguk dengan tenang. Bahkan amat sangat tenang. “Ne, aku mengatakan apa yang seharusnya kukatakan, untuk melakukan apa yang seharusnya kulakukan.” Ia menoleh pada Lu Han yang masih berdiri cukup rapat di sebelah Kai, dan kembali menatap Kai. “Maaf, aku tidak sengaja mendengar percakapan kalian tadi. Jika Lu Han sudah kau tetapkan sebagai partnermu, dan kelihatannya sudah sulit untuk diubah, ya kurasa sebaiknya aku saja yang menjadi partner Chan Yeol, karena posisiku sudah tergeser… dan daripada aku… menganggur, bukankah lebih baik aku membantu Chan Yeol saja?”

Kai meremukkan tangannya hingga buku-bukunya memutih. Ditatapnya Kyung Soo sangat tajam, seolah ingin mengulitinya hidup-hidup dengan tatapan itu. “Kau tahu artinya bukan? Kau menjadi partner Chan Yeol dalam turnamen itu, kau tahu?”

Kyung Soo mengangguk lagi. Masih dalam keadaan sangat tenang. “Hm, bersamanya selama balapan. Aku sudah cukup menguasai tekhniknya. Dan mengenai ritual aneh yang ditetapkan Mr.X  tentang berciuman sebelum balapan dimulai…” Kyung Soo menoleh sejenak ke arah Lu Han, dan kembali lagi menatap Kai. “Kurasa posisi kita sama.”

Cukup!

“Chan Yeol-ah, kau bawa Lu Han!” tegas Kai sebelum ia menyambar tangan Kyung Soo dan membawanya pergi dari tempat itu.

Atmosfer semakin terasa panas karena 3 namja yang tersisa di ruangan itu terdiam dan saling memandang. Sampai ketika Chan Yeol memutuskan untuk memecah kecanggungan itu.

“Kau… Mau membantuku?” tanya Chan Yeol pelan.

Lu Han meremas tangannya, kemudian tersenyum. “Aku, termasuk pihak yang bertanggung jawab karena Baek Hyun diculik, untuk itu… kurasa memang harus ada yang kulakukan untuk menebus kesalahanku.”

Chan Yeol memejamkan matanya sejenak, mengatur nafas dan berdehem untuk membersihkan tenggorokannya yang kering. “Masalah hari itu aku membentakmu. Maaf, aku kalap. Aku memang tidak bisa berpikir jernih saat terjadi sesuatu dengan orang-orang terdekatku. Jadi…”

“Aku mengerti. Aku juga tidak akan merubah keputusanku. Untuk membantumu,” tutur Lu Han dengan senyum mengambang. Senyum yang begitu tulus jika terlihat dari luar. Namun hanya ia yang tahu bahwa senyum itu adalah sebuah senyum kemenangan.

♨♨♨♨

Kyung Soo hanya diam. Tenang, bahkan terus tersenyum saat Kai menatapnya tajam. Namja tampan itu tengah mengurung tubuh mungil Kyung Soo yang terlentang di atas tempat tidur mereka. Tangan kekarnya menggenggam erat pergelangan tangan Kyung Soo yang diletakkan merapat di tempat tidur.

“Apa maksudmu mengatakan hal tadi?” tanya Kai dingin.

“Maksudku? Untuk membantu Chan Yeol,” jawab Kyung Soo lembut.

“Kau ingin aku melakukan apa?”

“Maksudmu?”

“Kau melakukan ini karena kau marah kan?”

Kyung Soo menggeleng, masih tersenyum.

Kai merunduk. Melepaskan cengkraman tangannya di pergelangan tangan Kyung Soo, memindahkannya ke tengkuk dan punggung Kyung Soo agar ia bisa merengkuh kekasihnya itu lebih erat. Kai membenamkan wajahnya di atas bahu Kyung Soo, kemudian berbisik lirih, “Jangan melakukan hal bodoh lagi. Aku tidak suka.”

Kyung Soo memejamkan matanya. Hanya meremas jemarinya yang berkeringat tanpa berniat membalas pelukan Kai yang terlalu erat itu. “Kai..”

“Heum…”

“Bisakah kuminta hal yang sama?”

Deg~

 

Kai bungkam.

“Lu Han…. sebagai partnermu. Bisakah… kau ubah kalimat itu?”

Kai menggigit bibir bawahnya tatkala ia merasa degupan jantungnya terpacu cukup cepat, takut-takut Kyung Soo menyadarinya. “Maafkan aku…”

“Bukan, bukan maaf yang kubutuhkan. Sedikit saja Kai… Jujur padaku.”

Kau menghembuskan nafas hangatnya. Menyapa kulit leher Kyung Soo yang dihiasi bekas luka permanen. “Semua… Aku melakukan semuanya hanya untukmu.”

Kyung Soo tersenyum, perlahan mengangkat tangannya untuk menangkup wajah Kai. Menggeser wajah tampan kekasihnya itu agar sejajar dengan wajahnya. “Aku tidak butuh kau melakukan semuanya Kai. Yang kubutuhkan adalah, kau tetap di sisiku. Itu saja. Selebihya aku tidak butuh apa-apa lagi.”

Tertegur telak, lagi-lagi Kai tidak bisa membalas. Dipandanginya wajah indah persis di hadapannya itu, mengingat bahwa wajah itu bisa saja dikotori air mata jika ia tidak berhati-hati dalam bertindak.

Mengenai Lu Han, ia sendiri tidak mengerti mengenai apa yang terjadi. Ia tanpa sadar menciptakan sebuah tali yang mengikat mereka berdua. Wujudnya seperti apa, ia pun tidak tahu. Yang jelas, sebelum tali itu semakin membentuk simpul yang kuat. Kai harus membebaskan diri. Jika benar ia ingin melakukan segalanya untuk Kyung Soo.

“Untukmu…” Lirih Kai tulus sebelum menegaskan ucapannya dalam sebuah ciuman lembut di bibir Kyung Soo, yang entah kenapa ia tidak bisa membayangkan jika itu disentuh oleh orang lain. Bahkan oleh sahabatnya sendiri.

Ada sakit di sudut hatinya saat ia membayangkannya.

♨♨♨♨

Cklek~

BLAM~

 

Baek Hyun hanya menoleh sebentar pada seseorang yang masuk ke kamar ‘tempatnya disekap’, kemudian kembali memandang keluar jendela. Kondisinya sudah agak lumayan karena namja bernama Lay, yang sekali lagi datang untuk melihatnya cukup memperhatikan keadaannya.

“Kenapa tidak dimakan?” tanya namja manis berlesung pipit itu setelah mendapati nampan berisi sepiring makanan komplit terlihat masih lengkap dan tak tersentuh sejak pagi. Dan sekarang ia justru membawa nampan baru untuk makan malam.

Untuk kesekian kalinya Baek Hyun tidak menjawab.

“Kau tidak suka masakan China?”

Tak ada jawaban.

Lay menghela nafas, kemudian duduk di tepi tempat tidur, persis di sebelah tubuh mungil Baek Hyun yang duduk bersandar, mengenakan kemeja putih yang cukup besar (milik Kris sebenarnya, tapi ia tidak tahu) dan celana jeans selutut yang cukup longgar.

“Masih sakit?” Lay meraih pergelangan tangan indah Baek Hyun yang sejak semalam terikat kini tercetak luka lecet yang cukup parah, walau Lay sudah sedikit mengobatinya.

Baek Hyun pikir, diantara anggota kelompok si China, hanya namja bernama Lay lah yang memiliki hati manusia. Terlihat jelas sejak tadi pagi dia yang merawatnya. Mulai dari membuka ikatannya, merawat lukanya, mempersilakannya membersihkan diri, juga memberikannya pakaian. Terakhir, namja manis itu juga sudah menyiapkan makanan untuknya.

“Mungkin karena dia menyukaimu.”

Baek Hyun berkedip, cukup terpengaruh dengan ucapan tadi. Membuatnya menoleh dan menatap Lay tepat di manik mata.

“Dia tidak suka penolakan, jadi kupikir yang dia lakukan adalah untuk memaksamu menerimanya. Yah, caranya salah. Semua orang tahu itu.”

Bibir Baek Hyun hendak terbuka, tapi urung. Bukan karena nyeri hebat di sudut bibirnya yang tercetak luka kecil dengan bekas darah yang mulai mengering. Tapi ia menunggu untuk kalimat yang pantas direspon.

“Aku? Aku bukan kekasihnya. Tapi dia memperlakukanku seperti kekasihnya. Jika kau ingin tahu hal itu.”

Mata kecil Baek Hyun sedikit melebar. Ucapan itu justru memperjelas bahwa namja yang menyekapnya itu betul-betul brengsek. Ia tidak lupa dengan seorang namja tinggi yang memergoki mereka semalam, yang mungkin saja adalah cara Tuhan untuk menolong Baek Hyun mempertahankan kehormatannya. Dan dia ingat wajah itu. Tentu saja adalah namja tinggi yang memberi senyum padanya di turnamen satu tahun yang lalu. Kekasih Si China tepatnya. Lalu namja bernama Lay ini? Baek Hyun jelas masih ingat bagaimana namja brengsek itu memperlakukan Lay dengan sangat lembut. Mencium bibirnya, mengusap rambutnya, dan apalagi yang membuatnya terlihat seperti sepasang kekasih? Dan dia mengaku bukan kekasihnya. Baek Hyun betul-betul tidak ingin ambil pusing masalah ini.

“Tapi aku baik-baik saja. Entahlah, dia seperti mengenalku sangat baik. Jadi dia punya cara tersendiri untuk membuatku betah bersamanya.”

Baek Hyun menarik tangannya yang masih digenggam oleh Lay, dan meletakkannya dengan sangat hati-hati di atas pangkuannya. Sungguh, kedua tangannya terasa seperti lumpuh dan sangat sakit bila digerakkan.

“Baek Hyun-shii. Jangan membencinya.”

Barulah terulas senyum sinis di bibir Baek Hyun. “Setelah perlakuan apa  yang kuterima darinya?”

“Itu karena kau melawan.”

Baek Hyun mendesis acuh, “Dia sakit, betul-betul sakit. Apa yang dia kejar dari Chan Yeol sampai melakukan tindakan sekotor ini?”

“Itu… lebih bagus lagi jika kau mendengarnya langsung dari Kris, atau dari kekasihmu. Intinya… Kris tidak seperti itu jika tidak ada penyebabnya.”

Baek Hyun mengangkat sebelah alisnya. “Oh, jadi kau ingin mengatakan semua ini bermula karena kesalahan Chan Yeol?”

“Bukan… Bukan begitu. Ini juga bermula dari Kris, tapi kurasa Chan Yeol terlalu berlebihan menanggapinya. Untuk seorang pria yang dibesarkan dengan nama baik sejak kecil, mendapati harga dirinya runtuh sama saja dengan mati. Dan itu yang dirasakan Kris.”

Baek Hyun terdiam sejenak, mencoba menelaah kalimat yang baru saja dikeluarkan Lay. Bukan perkara bahasa Koreanya yang tidak begitu lancar. Ia tangkap artinya. Tapi pasti ada makna lain di dalamnya.

“Sudahlah, kau harus beristirahat. Tidak perlu takut karena Kris tidak akan ke kamar ini untuk menemuimu selama ada Tao di sini.

“Tao?”

“Hm, kekasihnya yang asli. Entahlah apa sebutannya, tapi Kris betul-betul menempatkan Tao di posisi pertama. Yang semalam itu saat Tao memergoki kalian, Kris mati-matian membujuknya dan menjelaskan sepanjang mungkin sampai Tao mau percaya bahwa Kris hanya memberimu pelajaran karena melawannya.”

Baek Hyun menghela nafas pendek, bentuk kekesalannya.

“Jadi istirahatlah. Besok malam adalah turnamen. Jika aku tidak salah dengar, Kris dan kekasihmu membuat suatu kesepakatan. Jika kekasihmu menang, mungkin kau bisa lepas.”

Baek Hyun tidak merespon, walau dalam hati kecilnya ia berharap lebih pada penyampaian itu.

“Maafkan aku. Sungguh, jika ada yang bisa kulakukan untuk menolongmu, maka akan kulakukan,” ucap Lay dengan penuh penyesalan. Terlihat sangat tulus. Baek Hyun terlalu kejam jika ia memandangnya seperti ia memandang namja yang terakhir Baek Hyun ketahui bernama Kris.

Sudah terselip kalimat permohonan di ujung lidah Baek Hyun sebelum Lay memotong, “Kecuali membebaskanmu tentu saja. Aku tidak punya wewenang dalam hal itu. Kris tidak akan menghukumku dengan keras, tapi aku tidak ingin dia membenciku karena tidak menuruti keinginannya.”

Baek Hyun menghela nafas kecewa, kemudian menunduk. Memandangi kedua tangannya yang terlihat mengenaskan. Ia sedikit bertaruh, apa reaksi Chan Yeol jika melihat keadaannya seperti itu.

Chan Yeol…

Betapa Baek Hyun merindukan namja itu. Sepanjang hidupnya bersama Chan Yeol, belum pernah satu kalipun ia merasa begitu ingin melihat Chan Yeol, begitu ingin memeluknya, menangis di pelukannya dan meneriakkan namanya, mengeluh dan mengadu bagaimana ia hampir diperkosa oleh namja bejat bernama Kris. Betapa ia ingin…

Deg~

“Lay-shii… Bisakah kau menolongku?” pintanya penuh harap.

Lay sedikit mempertimbangkan sesuatu. “Asal bukan membantumu kabur atau apapun yang berhubungan dengan itu.”

Baek Hyun menggeleng cepat, kemudian tersenyum. “Bukan itu, sebenarnya sederhana sekali. Dan kurasa tidak akan apa-apa asal namja itu tidak tahu.”

♨♨♨♨

Malam itu… namja tampan bermarga Park duduk menyamping di atas jok Phoenix. Sesekali meneguk bir kaleng di tangan kanannya, dan menghisap batang rokok yang terselip antara jari tangan kirinya. Pekerjaan yang sangat sia-sia karena tidak menghasilkan apa-apa selain penyakit. Namun seluruh penghuni Red Villa lebih baik mendiamkan Chan Yeol seperti itu dan mengawasinya dari jauh.

Memang lebih baik dari pada namja itu nekat meninggalkan Red Villa dan mencari masalah di luar. Setidaknya tidak ada masalah baru sebelum turnamen besok malam.

Chan Yeol membuang puntung rokoknya, merogoh saku jeans untuk mencari sesuatu.

Ponsel

Menatap layarnya sedetik dan spontan membuat kepalanya tertunduk lemah. Chan Yeol menarik nafas cukup panjang dan menghembuskannya pelan, seolah mengumpulkan segenap kekuatannya untuk kembali menatap ponsel di tangannya.

Di sana. Di layar benda pipih itu. Baek Hyun dengan pandangan ke arah lain tengah tersenyum lepas. Menandakan bahwa foto Baek Hyun yang dijadikan sebagai wallpaper ponsel Chan Yeol itu diambil secara diam-diam.

“Aku… merindukanmu, ppabo!” lirihnya tertahan. “Jebal… Aku akan mati jika terjadi apa-apa padamu,” lanjutnya terdengar pilu.

Tak jauh di sana, Lu Han memandangi punggung Chan Yeol yang untuk pertama kalinya terlihat begitu rapuh dan lemah. Ia tersenyum karena semakin menikmati permainannya dan Kris yang menurutnya menyenangkan. Sangat menyenangkan.

Melupakan sejenak kejengkelannya karena tidak bisa menghubungi Kris beberapa menit yang lalu. Terlebih setelah ia menelpon salah satu rekan Kris di markas mereka dan mendapat kabar bahwa Kris sekarang tengah berusaha menjelaskan sesuatu pada Tao yang sempat memergoki gege kesayangannya itu sedang bersama namja cantik lainnya yang Lu Han perkirakan itu pasti Baek Hyun.

Lu Han sedikit merutuki kebodohan Kris yang satu itu. Yang jelas ia sudah memperingatkan untuk tidak membuat Baek Hyun lecet sedikitpun. Tapi ia tidak bisa menyembunyikan ketakjubannya pada namja licik yang 5 tahun lalu resmi berbagi orang tua dengannya itu.

Puk~

Lu Han menoleh dalam keadaan terkejut saat ada yang menepuk pundaknya. “Ya Tuhan, kau mengagetkanku Se Hun-ah.”

Namja tampan itu tersenyum, kemudian mengelus perutnya dan memasang wajah mengeluh. ‘Aku lapar.’

 

Lu Han mengangkat alisnya, sedikit geli dengan tindakan Se Hun yang menurutnya lucu. “Aku tidak begitu pandai memasak.”

‘Kyung Soo tidak bisa diganggu kalau Kai sedang menghukumnya. Biasanya aku akan meminta makan pada Baek Hyun, tapi…’

 

Lu Han tersenyum, kemudian menyentuh pipi namja yang menurutnya sangat tampan itu. “Kubuatkan ramyeon, mau? Aku ingat masih ada dilemari.”

Mata Se Hun berbinar, tanpa sadar memeluk tubuh Lu Han dan mengecup pipinya.

Sekilas… namun membuat Lu Han sempat mengerutkan kening dan menatap bingung wajah Se Hun dari samping yang masih kegirangan sembari menyeretnya memasuki dapur. Ini bukan tentang Se Hun yang begitu mencintai makanan, tapi sikap Se Hun padanya yang seolah menempatkan Lu Han sebagai orang yang begitu dibutuhkan. Dan rasa itu begitu asing bagi orang yang sejak kecil memiliki segalanya.

 

♨♨♨♨

 

 

Chan Yeol yang masih menatap nanar layar ponselnya langsung terperanjat saat ‘wajah’ Baek Hyun di ponselnya lenyap, digantikan oleh deretan angka tidak dikenal yang muncul di sana, seiring getaran yang dirasakan di telapak tangannya.

Biasanya Chan Yeol akan mengabaikan panggilan dari nomor tidak dikenal. Tapi kondisi kali ini lain, bisa saja itu adalah…

“Yeoboseyo…” Sapa Chan Yeol pelan, hati-hati, namun penuh harap.

Hening beberapa detik.

“Yeoboseyo…” ulang Chan Yeol lagi.

Park… Chan Yeol…” sahut suara serak dari seberang.

Refleks, Chan Yeol melompat dari motornya dan membuang kaleng bir dari tangan kanannya, matanya membelalak tak percaya, dan jantungnya berdebar sangat cepat. “B… Baek Hyun?”

Hening lagi. Namun Chan Yeol antara yakin dan tidak yakin mendengar isakan kecil yang tertahan dan teredam sesuatu.

“Byun Baek Hyun, tolong… itu kau kan?”

“Eum…” sahutnya lagi.

“Kau dimana? Aku akan menjemputmu, katakan dimana namja sialan itu menyekapmu?”

“Aku… Tidak tahu. Rumah ini terlalu besar, aku tidak bisa kabur. Lokasinya juga terpencil dan terlihat sangat asing bagiku.”

“Kenapa dengan suaramu? Apa yang dia lakukan padamu? Dia menyiksamu? Memukulmu? Katakan sedetail mungkin dan aku akan membalasnya ratusan kali lipat.”

Hening lagi. Chan Yeol hanya tidak tahu bahwa Baek Hyun tengah mati-matian menahan suaranya agar tidak pecah menjadi raungan tangis. Karena Baek Hyun tidak ingin Chan Yeol semakin kacau dengan mengkhawatirkannya, dan jelas saja itu akan berpengaruh pada turnamen besok.

“Tidak… Aku tidak apa-apa. Aku hanya sedih karena beberapa hari ini tidak mendengar suara jelekmu,” sahut Baek Hyun akhirnya.

“Baek Hyun tolong…”

“Aku serius, aku tidak apa-apa. Suaraku seperti ini karena aku terus menangis.”

“Apa yang namja brengsek itu lakukan sampai kau menangis?”

“Bodoh, siapa yang tidak menangis saat diculik?”

Chan Yeol memejamkan matanya, merengkuh dada kirinya karena debaran dari dalam terasa menggila. “Aku pasti mati setelah ini,” keluhnya.

“Park Chan Yeol…”

“Byun Baek Hyun… Aku ingin bertemu denganmu. Sekarang! Sungguh, aku… ARRRGGHHH AKU BISA GILA!!!”

Baek Hyun tidak menyahut lagi. Karena sebenarnya di sana ia membungkam mulutnya dengan telapak tangan agar tangisnya tak terdengar.

Banyak detik berlalu hanya saling memperdengarkan deru nafas dan detak jantung yang begitu dirindukan. Bahkan tanpa bersuara sedikitpun mereka tetap mengerti bahwa mereka saling membutuhkan.

“Park Chan Yeol…”

“Eum…”

“Turnamen besok, kau dengan siapa?”

Chan Yeol menelan ludahnya susah payah, baru sadar bahwa tenggorkannya sakit seperti tercekik, dan matanya mulai panas. “Lu Han.”

“Lu Han? Tapi…”

“Kyung Soo sudah tahu, dan jangan bahas itu. Mungkin Kai akan membawa Kyung Soo besok.”

“Maksudku mengenai Lu Han. Kau membawa Lu Han artinya…”

“Ne, dia akan menjadi partnerku.”

“Ta… Tapi turnamen itu… Ka… Kau akan menciumnya?”

Air mata Chan Yeol mengalir pelan, itu karena ia masih sempat tertawa kecil dalam sakitnya. “Aku tidak akan menciumnya.”

“Tapi…”

“Percaya padaku bodoh. Aku tidak akan mencium siapapun selain dirimu.”

“Chan Yeol…” suara Baek Hyun tercekat, yang Chan Yeol yakin bahwa kekasihnya itu sudah pasti terharu.

“Besok… Aku akan menang darinya, dan aku akan menyelamatkanmu.”

“Eum…”

“Untuk sementara aku akan mengikuti aturan mainnya. Sampai kau kembali, baru kupatahkan kakinya.”

Baek Hyun-shii, Chen datang!!” terdengar suara lain dari seberang. Dan itu membuat perasaan Chan Yeol tidak enak.

“Cha… Chan Yeol. Jaga dirimu, jangan ceroboh, waspada dengan kelicikan namja itu. Jangan memaksakan dirimu, tapi kau tahu bahwa kau harus menang. Okay! Aku harus mematikan ponselnya sekarang!”

“Baek… Baek Hyun tunggu…”

Aku mencintaimu!”

Deg~

“MWOYA? Byun Baek__”

Tut…tut… tut….

Chan Yeol memandangi ponselnya dengan mata melebar. “Dia bilang apa barusan?” tanyanya pada diri sendiri. “DIA BILANG APA BARUSAN???” pekiknya tidak tenang.

Chan Yeol menoleh ke segala arah, seperti kebingungan hendak melakukan apa. Sungguh, kalimat tadi begitu mempengaruhinya. Namun terakhir ia sadar bahwa untuk sementara ia tidak bisa melakukan apa-apa dulu. Akhirnya yang bisa ia lakukan hanya mengatur nafasnya agar ia bisa tenang.

“Byun Baek Hyun… kau harus memperjelasnya.” Ia rengkuh ponsel yang memunculkan wajah Baek Hyun sebagai wallpaper itu. Meletakkannya di dada sembari memejamkan mata. “Aku lebih mencintaimu, bodoh.”

♨♨♨♨

Ada tensi yang berbeda hari itu. Chan Yeol sudah cukup lebih tenang dari biasanya. Dia memang tidak diam-diam saja, bahkan lebih aktif berbicara mengenai strategi mereka menghadapi turnamen itu. Dan Kai takjub akan hal itu. Entah apa yang terjadi, namun Kai yakin ada sesuatu yang membuat Chan Yeol terlihat begitu stabil.

Ada rasa canggung antara Kai dan Lu Han saat mereka bertemu di garasi. Bersiap untuk menuju lintasan yang akan dilalui Chan Yeol, Kai dan pembalap lainnya nanti.

Lu Han mengulas senyum ramah seperti biasa, dan Kai membalasnya cukup kaku. Bukan karena Kyung Soo sedang membantunya mengancing zipper jaketnya,tapi Kai tidak bisa lupa bahwa ia dan Lu Han ada sesuatu yang tidak bisa dijelaskan dengan kalimat gamblang.

Chan Yeol muncul dengan ransel besarnya, melemparkan kunci mobil pada Se Hun setelah memasukkan ransel berisi perlengkapannya itu di dalam bagasi. “Kau ikut dengan Se Hun dulu di mobil,” perintah Kai pada Lu Han.

“Oh, ne.”

“Kai, ini bukan tentang strategi awal. Jadi tolong kendalikan dirimu saat melewati tikungan ketiga.”

Kai mengangguk, “Kau juga. Fokus dan jangan gegabah.”

“Hm, target utama, menang seperti biasa, dan menyelamatkan Baek Hyun. Just it.”

Kai terdiam sejenak, kemudian memberanikan diri bertanya. “Chan Yeol-ah.”

“Hm, wae?”

“Kau… Baik-baik saja?”

Seulas senyum tipis terukir dari bibir Chan Yeol sebagai balasan. Dan Kai cukup lega melihatnya.

♨♨♨♨

Chan Yeol membetulkan jaket balapnya sembari memperhatikan sekitarannya. Mencari motor hitam bercorak abstrak langit senja namun belum menemukannya sejak tadi, padahal balapan akan dimulai setengah jam lagi.

Masih dalam proses pencarian, mata besarnya menangkap sosok photographer menjengkelkan tengah berjalan ke arahnya.

“Pakai helmmu cepat,” perintah Chan Yeol pada Lu Han yang sudah duduk manis di atas phoenix.

“Eh bukannya harus difoto dulu?”

Chan Yeol berdecak, langsung merebut helm dari tangan Lu Han dan memakaikannya kilat. Berlagak tengah membetulkan chin strap Lu Han.

“Chan Yeol-shii, dalam hitungan ketiga,” kode photographer itu sudah bersiap mengambil gambar.

“Tunggu, ini macet,” keluh Chan Yeol sembari membetulkan retention system di helm Lu Han yang macet, atau sengaja diperlihatkan seolah macet.

“Ck, harus cepat, masih banyak psereta dan waktu yang diberikan padaku tinggal 10 menit lagi.”

“Tunggu, sabar sedikit.”

Photographer itu  menghela nafas, terlihat cukup kesal. “Ya sudah, sebenarnya Mr.X masih suka foto kalian tahun lalu.”

Chan Yeol mengangkat alis, memang tidak ada yang tahu bahwa namja yang dibawanya malam ini bukan Baek Hyun. Memangnya siapa yang peduli. Lagipula jika dilihat sekilas, Baek Hyun dan Lu Han memang sedikit mirip. Jadi tidak akan ketahuan kalau yang ia bawa kali ini bukan kekasihnya.

“Jadi?”

“Ck, kalian realisasikan saja di tempat lain. Masih banyak peserta, annyeong.”

Dan Chan Yeol tersenyum melihat photographer itu meninggalkannya berpindah pada motor hitam dimana namja seksi bernama Kai tengah memeluk pinggang kekasihnya. Demi Tuhan, betapa ia ingin melempar kepala Kai dengan helmnya saat namja itu tengah berciuman dengan Kyung Soo saat dipotret. Tidak adakah kesetiakawanan di sini? Oke itu formalitas yang sampai sekarang masih tidak masuk akal menurutnya. Tapi bisakah Kai tidak seliar itu mencium kekasihnya? Sadarkah dia bawa Chan Yeol begitu merindukan kekasihnya sekarang?

“Fokus… Fokus… Park Chan Yeol… fokus…” ucapnya pada diri sendiri.

“Minum ini,” tawar Lu Han sembari menyodorkan sebotol air minum padanya.

“Apa ini?”

“Hanya… Minuman dengan kadar oksigen yang cukup tinggi, agar kau… lebih mudah berkonsentrasi.”

Chan Yeol mengerutkan keningnya bingung, tapi ia terima saja botol itu, meneguknya hampir setengah kemudian mengembalikannya. “Kebetulan aku haus, gomawo,” ucapnya sembari menepuk pundak Lu Han.

“Cheonma…”

 

 

 

Mianhae…

♨♨♨♨

Lu Han menangkap lengan Chan Yeol saat namja itu hendak turun dari motornya. Itu bukan tanpa alasan. Sebuah motor hitam bercorak abstrak langit senja sudah mengambil posisi start tak cukup jauh darinya.

“Apa itu si China?” tanya Lu Han yang didengar jelas oleh Chan Yeol dengan bantuan alat yang fungsinya  serupa earphone di helemnya.

“Benar,” jawab Chan Yeol singkat namun tegas.

“Lalu mana Baek Hyun?”

“Itu yang ingin kupastikan. Tunggu di sini sebentar.”

“Aku ikut. Aku juga ingin tahu keadaan Baek Hyun.”

Chan Yeol menoleh ke belakang, menatap wajah Lu Han dibalik visor transparan itu. Sedikit berpikir, kemudian mengangguk. “Arasso, harus ada yang mengingatkanku untuk tidak membunuhnya.” Chan Yeol perlahan turun dari motor kebanggannya, kemudian memembantu Lu Han turun dengan merengkuh pinggangnya.

Kris betul-betul pandai menyambut ‘tamu’, ia langsung membuka helmnya dan tersenyum. “Hai Park Chan Yeol!”

“Mana Baek Hyun!” itulah sahutan Chan Yeol

“Dia? Bersama rekanku yang lain di suatu tempat, fokus saja pada turnamen ini, menang dariku dan ambil dia dariku.”

Chan Yeol mengatupkan rahangnya rapat-rapat. Ia paham betul konsekuensi jika ia membuat keonaran sebelum balapan, terlebih dengan sesama peserta, bisa saja ia didiskualifikasi. Tapi sungguh, jika bukan karena ia begitu ingin Baek Hyun kembali dalam keadaan selamat, ia pasti sudah meretakkan rahang namja brengsek di depannya ini.

Lu Han yang menyadari tubuh Chan Yeol bergetar menahan emosi, semakin mempererat genggamannya di lengan Chan Yeol, membuat namja tinggi itu menoleh dan mendapat anggukan dari Lu Han, seolah memberi tahunya untuk tetap tenang.

“Oh, kekasih barumu Park Chan Yeol? Bisa kulihat wajahnya?” Kris sudah bergerak menyentuh helm Lu Han namun Chan Yeol lebih cepat menepis kasar tangannya.

“Pikirkan saja dirimu sendiri. Ini konyol, sebodoh apa kekasihmu sampai ia tenang-tenang saja melihatmu sebrengsek ini?”

“Jaga bicaramu Park Chan Yeol!”

Kai dan Kyung Soo yang baru tiba di tempat itu langsung menarik tangan Chan Yeol untuk mundur saat dirasakannya situasi mulai memanas.

“Chan Yeol-ah, tenang. Kau harus fokus.”

Chan Yeol berdesis, masih menatap tajam pada sosok Kris yang ekspresi wajahnya berubah saat kekasihnya dibahas. Dan tatapannya berubah muak saat tertuju pada motor di sebelah Kris, sudah pasti masih dari pihak Kris. Racer yang duduk di atas motor bercorak silver menatapnya dengan senyum remeh, sementara dilihat dari porsi tubuhnya, tidak cukup meyakinkan bahwa ia adalah pembalap handal karena ia tidak begitu tinggi. Lebih memuakkan lagi saat melihat namja yang memiliki bentuk tubuh cukup kecil namun padat tengah memeluk perut kekasihnya sangat erat, padahal balapan baru akan dimulai 15 menit lagi.

Ini tidak aneh, Chan Yeol begitu sensitif dengan pemandangan-pemandangan seperti itu. Karena ia semakin bersikeras untuk menyelamatkan Baek Hyun detik itu juga.

“Yang kau butuhkan sekarang hanya tetap tenang dan fokus. Anggaplah Baek Hyun sedang menantimu di garis finish,” tambah Kyung Soo sembari menepuk-nepuk dada Chan Yeol, berharap itu membantunya untuk tenang.

“Kai… Jaga aku dari belakang. Tapi… tetap waspada,” pinta Chan Yeol serius.

“Tentu.”

Chan Yeol menoleh pada Lu Han. “Aku berharap banyak padamu.”

Dan permintaan tulus itu membuat Lu Han terhenyak. Entah kenapa sejak kemarin ia begitu mudah bimbang hanya karena kalimat dan perbuatan sederhana. Bagaimana mungkin ia tidak terkejut saat Chan Yeol menepis tangan Kris yang hendak menyentuhnya tadi. Entahlah, ia merasa ada sesuatu yang hangat menyapa hatinya. Ia pikir itu hanya perasaan aneh, mengingat ia juga merasakan hal yang sama saat Se Hun memeluknya.

Hangat…

Seolah begitu dibutuhkan…

Seolah sangat dilindungi.

“A… Aku akan berusaha sebisa mungkin.” Dan ia akhirnya bertemu pada sebuah kebimbangan.

Tanpa kentara ia menoleh pada Kris yang kebetulan juga tengah menatapnya penuh pengawasan. Namja tinggi itu mengangguk seolah memberi kode, yang sudah pasti dimengerti Lu Han. Membuatnya kembali teringat mengenai hal yang telah ia lakukan, seperti yang diperintahkan Kris tadi pagi, saat ia menelponnya diam-diam dan membahas strategi baru mereka. Ia pun membalas dengan anggukan pelan, dan langsung dimengerti Kris.

Kuharap ini yang betul-betul kuinginkan.__lirihnya dalam hati.

♨♨♨♨

“Kau harus tetap tenang, usahakan jangan banyak bergerak. Baek Hyun, walau ia bodoh tapi dia begitu mudah beradaptasi. Kuharap kau bisa seperti dia,” jelas Chan Yeol saat ia dan racer lainnya mulai menyalakan mesin motornya.

“Ne…” jawab Lu Han pelan.

“Pegangan yang kuat. Peluk saja kalau kau takut.”

Lu Han menelan ludahnya cukup kasar, kemudian perlahan memeluk perut Chan Yeol dan merapatkan tubuhnya di punggung lebar itu. Sebenarnya masih memikirkan apa yang akan ia lakukan setelah ini. Tapi ia tidak mau menjadi orang yang bimbang dalam kurun waktu yang cukup lama. Untuk itu, dia meneguhkan dirinya untuk fokus pada satu keputusan tanpa cabang.

Slayer merah diterbangkan ke udara, Chan Yeol melepas kopling dengan sedikit sentakan, membuat ban depannya sedikit terangkat.

“Byun Baek Hyun!! Saranghae!!!”

Dan pekikan itu terdengar jelas oleh Lu Han. Sungguh, ia yakin kalau Chan Yeol tidak lupa bahwa yang ada diboncengannya sekarang bukan Baek Hyun. Namun Lu Han terpengaruh kata-kata itu. Kalimat yang begitu sering ia dengar namun tidak pernah sekalipun tertuju padanya. Untuk itu, tidak berhakkah ia berharap ada yang mengucapkan kalimat itu dengan menempatkan nama Lu Han di sana? Sekali saja, walau ia tidak berharap orangnya adalah Chan Yeol, namun kalimat tadi ingin dikenang otaknya sebagai kalimat..

Lu Han! Saranghae…

Motor Chan Yeol melesat begitu gesit menyalip belasan hingga puluhan motor lain yang memang mengambil start di garis depan. Jujur saja ini bukan pertama kalinya Lu Han menaiki motor balap karena memang Kris sering membawanya dengan motor besar miliknya di Beijing. Tapi sungguh, sensasi yang ia dapatkan sekarang ribuan kali lipat lebih hebat dari yang ia rasakan saat berada di boncengan Kris.

Sekali lagi, Lu Han tidak berharap bahwa orangnya adalah Chan Yeol, tapi lihat bagaimana Chan Yeol begitu profesionalnya melawan angin dan mengendalikan kecepatan Phoenix. Dan hanya dalam hitungan menit, Phoneix sudah berada di posisi terdepan dengan jarak tipis dengan motor hitam bercorak langit senja di belakangnya.

“Kai… posisi,” tanya Chan Yeol setelah ia sedikit menggeser tombol kecil di sisi kiri helmnya.

“Persis di belakang China. Masih kuawasi. Stabil,” jawab Kai terdengar tenang.

“Kyung Soo?”

“Sedikit takut, tapi dia menegaskan kalau dia baik-baik saja.”

“Suruh dia tutup mata di tikungan ketiga.”

“Ne…”

Percakapan terhenti sejenak. Chan Yeol semakin memacu motornya melewati jalan beraspal yang sepi namun berkelok tajam.

“Chan Yeol-ah!” tegur Kai sedikit keras.

Sh*t,” umpat Chan Yeol saat ia tidak menyadari Kris melewatinya di tikungan pertama.

“Apa yang terjadi itu?” tanya Kai.

“Dia hapal teknikku, dan aku lupa itu,” jawab Chan Yeol nekat menarik gas lebih tinggi lagi walau itu masih di wilayah tikungan yang cukup tajam.

“Apa yang kau lakukan? Kau bisa keluar jalur dengan kecepatan setinggi itu…”

“Awasi saja di belakang. Akan kususul brengsek itu.”

“Ck, kapan kau mau mendengarku. Ya sudah, Hati-hati di tikungan ketiga.”

“Ne,” balas Chan Yeol. “Lu Han, berpegangan. Kalau perlu tutup matamu.”

“N… Ne…” jawabnya. Namun ia tidak menurut. Ia tidak menutup matanya, ia bahkan menangkap dengan jelas posisi Kris yang semakin dekat di depan karena saat Chan Yeol mengatakan akan menyusulnya, maka betul-betul akan tersusul.

Dalam hati, takut-takut Lu Han berharap banyak agar pertahanan tubuh Chan Yeol cukup kuat untuk  menahan efek samping dari obat berdosis rendah namun menyebabkan pusing yang cukup berat. Tentu saja tentang obat yang ia larukan di dalam minuman yang diberikannya pada Chan Yeol sebelum turnamen.

“Hey… Chan Yeol, kau sengaja di jalur kiri?” tanya Kai yang juga terdengar oleh Lu Han.

Chan Yeol tidak menjawab, ia berkali-kali menggelengkan kepalanya saat penglihatannya memproyeksi 2 objek pada satu titik fokus.

“Chan Yeol-shii… gwenchanayo?” tanya Lu Han pelan.

Chan Yeol masih tidak menjawab, ia sudah melewati tikungan kedua, dan Kris tersusul di sana.

“Chan Yeol-ah … turunkan kecepatanmu, itu tikungan ketiga.”

“Kai… Kejar si brengsek itu,” pinta Chan Yeol dengan suara berat.

“A… ada apa? YA Chan Yeol!!!” pekik Kai saat beberapa meter di depan Chan Yeol menepi dengan tidak mulus karena menabrak pembatas jalan.

Motor Kris melintas dengan sangat tenang, tak lupa lambaian meremehkan sebelum motor itu menghilang di balik tebing dan melewati tikungan ketiga.

Ckiiitt~

Kai menepikan motornya dan mengheampiri Chan Yeol terbaring di atas tanah, sementara Lu Han terjatuh di atasnya.

“Ada apa ini?” tanya Kai panik sembari memeriksa keadaan Chan Yeol.

Lu Han bergeser dan membuka helmnya, menampakkan wajah pucatnya. “Aku tidak tahu, tiba-tiba saja motornya goyang dan tidak stabil.”

Kyung Soo menghampiri Lu Han dan memeluknya, seraya menenangkannya.

“Chan Yeol-ah, hey…” Kai membantu Chan Yeol membuka helmnya dan menarik saabatnya itu untuk duduk bersandar di besi pembatas jalan. Mendapati rekannya itu memejamkan mata cukup rapat.

“Kejar dia… kejar…”

Belum sempat Kai menyahut, terdengar suara riuh tak jauh dari tempat mereka berkumpul.

Pertanda bahwa sudah ada yang muncul di garis finish.

Mianhae Chan Yeol-ah, kususulpun sudah sangat terlambat,” ucap Kai turut menyesal.

Chan Yeol meremukan tangannya, mencoba melawan pusing di kepalanya. “Baek Hyun… Byun Baek Hyun…”

Kai, Kyung Soo dan Lu Han hanya bisa menunduk. Sangat menyesal… namun tidak sekental rasa penyesalan Lu Han yang membuatnya betul-betul meneteskan air mata.

Ia bahkan tidak mengerti kenapa ia menangis. Seburuk itukah dampak dari penyesalan bagi orang yang selama hidupnya tidak pernah menyesal?

Jawabannya bisa jadi adalah iya.

♨♨♨♨

Baek Hyun meremas ujung pakaiannya dengan erat saat ia melihat motor Kris yang menembus pita di garis finish pertama kali. Wajahnya seketika pucat dan keringat dinginnya bercucuran.

“I… Ini bukan… Bukan kenyataan…” lirih Baek Hyun tak percaya mengenai apa yang ditangkap kedua matanya dibalik kaca mobil tempatnya di tahan.

“Baek Hyun-shii,” Lay mengelus pundak Baek Hyun, berniat menenangkannya.

“Dimana Chan Yeol?” tanya Baek Hyun akhirnya memekik histeris.

“Te..Tenangkan dirimu Baek Hyun-shii,” Lay mencoba menahan Baek Hyun saat ia memberontak ingin melepaskan ikatan tangannya. Tentu saja Kris yang mengikatnya. Bukan Lay.

“Bagaimana mungkin aku bisa tenang? Namja itu menang dari Chan Yeol artinya…”

Lay menepuk pundak Baek Hyun yang terlihat sangat terpukul itu. “Itu Chan Yeol bukan? Berharaplah sampai akhir Baek Hyun-shii, aku yakin ada jalan keluar.”

Baek Hyun sontak menoleh pada arah yang dimaksud Lay. Hatinya bergetar saat motor merah itu melewati garis finish yang pitanya telah putus. Pemandangan yang begitu langka mengingat bagaimana Phoenix paling sering melintasi pita utuh itu.

“Chan Yeol…” lirihnya tertahan, ditapakkannya kedua tangan mungilnya yang terikat di kaca mobil, seolah hendak meraih namja yang tidak dilihatnya berhari-hari. Hatinya kelu untuk pertama kalinya melihat Chan Yeol membawa orang lain di belakangnya. Bukan dirinya.

Chan Yeol hanya menatap datar prosesi penyerahan hadiah simbolik pada Kris dan rekan-rekannya, menantikan itu berakhir agar ia lebih leluasa bernegosiasi dengan Kris. Tentu saja perihal kebebasan Baek Hyun.

“Tunggu… Tunggu. Aku punya kabar baik,” ujar Kris membuka pidato kemenangannya.

Suasana berangsur hening, semua yang ada di situ cukup tertarik dengan ucapan Kris. Jika seorang pembalap yang menang mengatakan hal itu, biasanya betul-betul akan ada sesuatu yang heboh. Seperti turnament pertama yang diikuti Kris dan rekan-rekannya di Korea.

Kris menyerahkan helmnya pada Tao, kemudian berjalan angkuh menuju Chan Yeol yang berdiri tak jauh darinya. Kai dan Kyung Soo tampak memapahnya, karena berkali-kali Chan Yeol hampir limbung saat mencoba berjalan.

Jangan tanyakan Lu Han. Ia menunduk dalam, dan mematung di dekat Phoenix, yang Kris betul-betul acungi jempol atas totalitas aktingnya itu. Padahal sebenarnya, itu dari hati. Bukan akting.

“Mana Baek Hyun?” tanya Chan Yeol dengan suara beratnya?

“Oh, ingin melihatnya untuk terakhir kalinya?” balas Kris betul-betul berada di atas awan.

“Lepaskan dia.”

Kris terawa cukup keras, membuat Kai berang dan hendak menghajarnya. “Kau tidak lupa dengan kesepakatan kita bukan?”

Chan Yeol terdiam. Bahkan untuk meremas tangannyapun ia tak ada tenaga. Pusing masih menyebar di sekitaran kepalanya. “Aku yakin ada yang kau rencanakan di balik semua ini Kris Wu, jadi katakan saja.”

Kris mengangkat alisnya takjub, “kuharap kau tidak sengaja mengalah untuk itu Park Chan Yeol. Dan aku suka saat kau mengerti jalan pikiranku.” Kris merogoh ponselnya, mengontak dan berbicara dalam bahasa Mandarin pada seseorang. Dan menit selanjutnya, 2 sosok namja muncul dari dalam mobil yang sejak tadi terparkir tidak terlalu jauh dari kerumunan orang-orang.

Kaki Chan Yeol refleks bergerak melihat siapa yang tengah di seret dengan kondisi tangan terikat dan mulut tertempel plester hitam yang masih baru. Lay punya alasan untuk itu. Perintah tentu saja.

Chan Yeol hampir ambruk ke aspal saat melihat kondisi kekasihnya itu. Bersumpah akan menghabisi siapa saja yang terlibat dalam penyekapan Baek Hyun.

Kyung Soo membungkam mulutnya tak percaya, mendapati sahabatnya diperlakukan seperti itu. Dan jujur saja itu diluar perkiraannya. Kai memilih mematikan hati dan memastikan Chan Yeol tidak lepas kendali.

“Mmmppphhh….” pekikan teredam Baek Hyun membuat Chan Yeol semakin sulit menopang tubuhnya. Bukan mengenai pusing yang ia rasakan, tapi beapa ia ingin merebut Baek Hyun saat itu juga dan menghabisi Kris dan rekan-rekannya. Terlebih saat 2 rekan Kris langsung menghampiri Baek Hyun, sedikit kasar menyeretnya ke dekat Kris.

“Arrrgghhh…” pekik Baek Hyun saat Kris melepas paksa selotip hitam yang membungkam mulutnya sejak tadi.

“Brengsek!!!” pekik Chan Yeol murka. Sudah bersiap menyerang namun Kris lebih cepat menarik Baek Hyun ke arahnya dan memeluk leher Baek Hyun dengan tekukan lengan kirinya.

“Berani mendekat, maka leher kekasihmu patah,” ancam Kris, tampak serius karena Baek Hyun terlihat sangat tersiksa.

Chan Yeol marah, betul-betul marah setelah melihat dengan jelas wajah Baek Hyun dihiasi lebam di pipi, luka di sudut bibir, dan memar di pelipis kiri. Lebih marah lagi saat ia ingat Baek Hyun bilang dia tidak apa-apa. Dan melihat itu semua, ia semakin yakin bahwa Kris tidak akan main-main dengan ancamannya.

“Lepaskan dia. Dan katakan apa yang kau inginkan dariku…” ucap Chan Yeol dengan suara bergetar.

Baek Hyun menggeleng dengan air mata bercucuran, karena ia bisa menebak akan ada hal buruk yang terjadi setelah ini. Terlebih saat mendengar Kris tertawa puas.

“Hm, kau ingat taruhan pertama kita? Aku hanya ingin kau melakukan hal yang sama padaku.”

Deg~

“Chan Yeol… jangan,” lirih Kai sembari merapatkan genggamannya di lengan Chan Yeol.

“Bukankah ini terlihat bagus? Suasanannya bahkan lebih ramai, dan terlihat banyak orang yang akan mendokumentasikannya,” Kris tertawa angkuh. “Saat Park Chan Yeol kehilangan harga dirinya.”

“Jangan Park Chan Yeol… jang__ Arrgghhh,” pekik Baek Hyun lagi namun terhenti saat Kris semakin menguatkan tekukan lengannya di leher Baek Hyun, kini ia betul-betul tercekik.

“Aku menunggu Park Chan Yeol…” lanjut Kris dengan suara meremehkan. Betul-betul menikmati wajah pucat Chan Yeol yang menatap penuh harap pada kekasihnya yang tengah tersiksa.

“Kau licik!” bentak Kai tidak terima. “Kau benar-benar sampah Kris Wu, kau sungguh__” ucapan Kai terpotong saat tangan Chan Yeol menapak di dadanya. Menyuruhnya mundur. Dan itu adalah pertanda buruk. “Chan Yeol-ah, jangan bodoh…”

Namun Chan Yeol tidak menggubris. Mengenai harga diri yang dijunjung tinggi sejak ia lahir, mungkin akan ia pertaruhkan demi orang yang betul-betul ia butuhkan.

Untuk saat ini…

Persetan dengan harga diri!

“Tolong… Lepaskan Byun Baek Hyun…” pinta Chan Yeol tulus.

Kris tertawa lepas, ditatapnya Chan Yeol yang terlihat sangat lemah di hadapannya. “Tidak… bukan itu yang ingin kulihat. Kubilang lakukan hal yang sama, seperti yang kulakukan saat itu dihadapanmu!”

Deg~

 

“Park Chan Yeol… berlututlah dan mengemis padaku!”

 ~~~~~~

NYARIS 15K WORDS, JADI BERENTI AMPE DI SINI DULU. YANG MASIH NGERASA BELUM CUKUP PANJANG BENER-BENER DAH OTAKNYA -_-

ALF NOTE: Cuman mau bilang ini pengerjaannya lama karena ALF baru dapat ChanBAek Feels nya pas ngetik scene2 terakhir. Sumpahin ALF tambah cantik ye… plus banyak duit, soalnya kalo banyak duit, otak jadi lancar. Itu aja ding, mian kalo isinya gaje semua -_- ALF rada nggak sadar ngetiknya.

 

Oh ya, sekedar info, ALF nggak ngeship TaoRis sih, ya jadinya cuman seuprit. Oke… jadi jangan tanyakan moment TaoRis nya yah. Kalo ChanBaek, KrisBaek, KaiBaek, HunBaek, BaekYoo(?), KaiSoo, HunHan, KaiLu, KrAy, (siapa aja yang belum), ane ladenin. Mian kalo ALF nyebelin. Hajar aja si SooMan ama Young Min, gak papa, ALF ridho kok.

 

Yang mau komennya dibalas, ketik ALF [spasi] Cantik [Spasi] Bini [Spasi] Sahnya [spasi] Baek Hyun. Setelah komentar panjangnya. Yang gak panjang errr… -_-
Typonya tandain dulu, nanti ALF benerin

 skali lagi yang nyebar pw tanpa seizin ALF ama Ilam, bisulan wkwkwkkwkw kacau.

Udah ding, Adiossss… salam cinta dari ALF

 

536 respons untuk ‘No Regret Life ~ Chapter 5 || ChanBaek

  1. Huwakakakakakakakakak huweeewew nangis sesenggukan. Kris nagabonar lu jahat bgt cie jd org. Kesian kan uri mmih. Papih yeol huwewwwwe. Tp disini nelum diceritain mang dulu si ppih bwt kria kenp? Kok bs dl kris beelutut dan ngemis ke babeh chan? Tp aku rasa enih chapt terpendek di no regrt lie yah? Chapt 6 aku dah baca. Moga chapt 7 postnya gak lama3 yah chingu. Dah gak sabar bc kelanjutannya. Oke fighting

  2. Ya ampun chanyeol sayang hiks aku ga bisa liat kamu kayak gitu hiks. kris demiapa minta dibegal ini anak-____-
    kasian baekhyun huhuhu, kris tega banget nyakitin namja rapuh kayak baekhyun /apasih/
    luhan jaad bener, tega teganya ngancurin kepercayaan chanyeol ke dia huhuhu. tapi gapapa deh kayaknya si luhan mulai tersentuh hatinya eak.
    kalo bisa banyakin momen hunhannya thornim biar si luhan tobat/?
    keep writing^_~

  3. AAAAA gila part ini itu menengangkan aigoo,,

    akhirnya masalalu chanyeol mulai kebuka? Ternyata latar keluarga dia yg appa nya sibuk bkin dia jadi brandalan gitu, dan pas eomma nya menginggal aigoo mungkin karna itu chan ga ngebolehin baek buat nyetir sendiri hiks ;(

    chap ini penuh kejutann, aduhh dari awal aja udah dag dig dug, apalagi pas scene krisbaek ya ampun emang pesona baekhyun ga terkalahkan lah #hivibarengChanKrisKaiHun #tebarbijicabe

    luhan tobatlah kamuuuu, hiks apa yg kamu kasih ke chanyeol #todongluhan kan jadinya dia ga menang, huhuhu ;(

    walaupun scene chanbaek nya dikit tapi dengan percakapn singkat via phone nya chanbek itu ngena bangett 😮 gimana chanyeol yg khawatir sama baek, trus baek nya juga yakin in dia fine supaya chanyeol ga terlalu mikirin dia dan fokus sama turnament aaaa gilaaaa itu sweet meski terharu pun, dan baek bilang dia cinta sama chanyeol,, akhirnyaa :*, tapi kenapa situasi nya ginii hiks hiks

    gomawo buat pw nya ka alf, keep writing sama tetap semangat !!!

  4. Kris jahat bgt, untung aja tao dtg tepat waktu klo engga mah baekhyun pasti udh engga perawan (?) lagi wkwk
    Untunglah peran Lay disini baik, wlwpun dia dipihak kris, tp dia msh ada niatan untuk membantu baekhyun.
    Dan chanyeol, ya tuhan ga bisa bayangin chanyeol sedih nya kaya apa. Pasti udah kaya mayat hidup dia ditinggal baekhyun. Dan aaaaaa baekhyun bilang “aku mencintaimu” pula. Akhirnya baekhyun ngaku juga ke chanyeol 😀
    Dan HunHan, seperti nya Luhan mulai suka tuh sama sehun. Bukti nya luhan kyk ngerasa ada yg aneh kan pas sehun meluk sambil nyium pipi nya. sweet…
    Sayang banget ya luhan peran nya jahat disini. Chanyeol jadi pusing dan kalah di turnament karena minuman yang dikasih luhan. Bner bner jahat itu bocah. Tapi pas baca td luhan sprti menyesal, tsk mudah2 an aja cepet sadar tu bocah. Gemes thor soalnya, temen2 chanyeol kan baik banget ke dia memperlakukan nya layak nya keluarga, masa iya di bls sama kejahatan.

    Daaaan, sperti nya chanyeol memang rela kehilangan harga diri demi baekhyun. Apapun akan dilakukan agar baekhyun kembali, ya kan? Pasti!

    Duh makasih ya thor udh ksh tau pw ini chap, keep writing kak alf yang cantik 😀 semangat!

  5. Ping-balik: LIST FF CHANBAEK FAVORITE | Shouda Shikaku's World

  6. Uwahhh… chap ini punya banyak clue ttng jati diri chanyeol, kenapa chanyeol jd racer, knp ia benci rumah sakit, knp ia blablabla.. banyak deh..

    Walo chanbaek moments nya disini dikit (Cuma lewat telepon) aja, tp ngena bngt feelnya, gimana kangennya baek ama yeol,, terus baekhyunnya yang bilang kalo dia rindu bgnt ama suara jelek –tapi sukses buat baek merana—nya chanyeol. Terus terakhirnya dia bilang ‘aku mencintaimu’ sumpeh kenapa gue kena dampak musim panas—eh?

    Gue disini Cuma reader, kenapa rasanya gue turut diseret di fic ini, gimana ngenesnya si dumbyeol, ga bisa ketemu ama belahan hatinya dia, gimana kesiksanya baek hampir digrepe-grepein ama kris, terus gimana perasaan sensitifnya kyung omg HOW CAN YOU MAKE ME FEEL AUTHOR-NIM!!! Huhuhu.. gue kaya sehun disini, semua kejadiannya terjadi di dpn dia, tp dia ga bisa utarain itu semua—PLAKK

    Pernah dosen gue bilang, saat kita jadi pembaca suatu cerita terus kita kaya terlibat dalam cerita itu, kita ngedukung sama si tokoh utama terus kita benci tokoh antagonisnya yang buat banyak masalah dan dalang dari semua kejahatan dicerita itu, padahal yang semua tokoh dicerita itu baik antagonis maupun protagonis itu adalah tidak lain ya si author itu sendiri. Kita mendukung si ‘author’ dan membenci si ‘author’ hahaha.. si author yang buat banyak konflik dan dia sendiri yang nyelesain konfliknya hahahhaa anjrit ..

    -kak alf, baek, yeol, kyungsoo ama de el el nontonin sambil makan popcorn—ngokk

    Terserah deh itu teori darimana pokoknya gue suka dehh.. ini fic semacam jembatan penghubung(?) asal usul jati dirinya bang yeol hahhaha..

    Dan ARGHHH I HATE YOU KREASE, HOW DARE YOU TOUCH MY BABY BYUNNIE~ HE’S unofficially MINE BUT DON’T YOU EVER DARE TO DO THAT, YOU DIMWIT GIANT BLONDE HEAD! DON’T TOUCH HIM, DON’T HURT HIM, DON’T ARGGHHH OR I’LL THE ONE WHO WILL RIP YOUR FREAKIN’ GOOD LOOKING FACE INTO TWO.. I SWEAR TO BAEK—hosh hosh

    Jadi sebenanya dia suka ama baek, karena baek itu menarik. Dia memperlakukan baek seperti itu karena hatinya tergelitik(?) dan baek melawannya dan ia tidak suka penolakan, macam tuu lahh..

    Awalnya permusuhan yeol ama kris itu karena turnament pertama kalinya yang kris mulai duluan dan yeol yang terlalu berlebihan menanggapi, oh my baek.. dan dampak yang diterima baekhyun juga. Poor you baek,

    Sebenarnya kalo lebih banyak chanbaek moment gue lebih gila lagi, tp karena momentnya seupil…
    —Kk alf: untung juga, drpd dia ngesampah di kolom review hehehe—
    ….gue jadi hemat kata-kata dan hikss..

    Adioss dah kak,, i stil lophe2 you(?)

  7. Oh men ini menegangkan banget tapi sayang tbc
    Kesel sama luhan yang agrrrhhhh gak bisa dijelasin ….. Pingin banget tuh njedoti/njeburi luhan. Kris pinter juga nyusun rencananya. Berdoa semoga chanyeol maupun baekhyun baik-baik saja . . . owh kris semoga sadar kau 😠
    Eh iya aku ganti akun gara2 lupa password author-nim #sungkem, Aku udah pernah review kog tapi lupa pakek username apa

  8. Wow, bahkan harga diri ceye ngga ada apa-apanya demi si cabe baek wqwq. Uuuuh, kok aku kecewa kalo Luhan ga jadi sama Kai? Aku pengennya Kyungsoo kesiksa batin dan kalo bisa kaya cabe baek tuuh xD hahaha! Tapi ya sudahlah, ini cerita bukan punya saya kenapa jadi saya yang ngatur hehe. Uhm, ntar ntaran ini bisa ngga kalo Kai bikin Soo sakit hati muehehhe lupa kalo di efef ini mainpair nya ceye sama cabhe bhakk.

    But ohemji itu baekkie en ceye pas telpon-telponan ala drama romanceeees beuud. meski secuil dan ohhh..Sehun bilang Kai menghukum Kyungsoo? menghukum yang seperti apa euy u,u ehiyaaa nasib hunhan apa ntar di satuin? uhlala, daku pen sad ending niiih. eh tapi kayanya ngga mungkin ya, alf gemar yang bahagia bahagia dan tebar kembang a.k.a happy end? jadi ini, kagak ada yang mati nih disini?

    Adakah pengorbanan dari salah satu tokoh disini? pengorbanan yang betul2 menyayat hati hingga ke relung jiwa *ebusetapaannih -_- biar greget biar nyeeees sesek wkkakak. ini mah mau guaaaa hihi

    baguuus. ternyata sampe 15k ya? widiiih kok ngga kerasa? apa karena ini paragrafnya kepisah jauh-jauh kali ya. ohhh cuss mau baca chap enam dulu deh yeah. penasaran gimana hidup bedebah-bedebah untuk disini wqwq.

    bhaaay!

  9. Busyet!

    Kris.. Tak cium kamu!
    Menyiksa Baeki ampe segittunya..
    Oke.. Disini Chanie yang terlihat terpuruk dibandingkan “kekasihnya”

    Oh my~
    This is cool story!

  10. Makasih bangt udah kasi pw nya
    Chapter ini banyak bangt clue tentang masalalu chanyeol .
    Ah akhirnya tiba juga baekhyun ungkapin perasaanya sama chanyeoL .
    Baca ini bkin perasaan campur aduk
    Nyesek sama kisah chanbaek nya .ikut ngerasain sakitnya perasaan kyungsoo yang udah mulai ngerasa kai sayang sama luhan . Kesel sama luhan kenapa bisa sejahat itu mau kerjasma sama kris padahal semuanya udah percaya smma dia .
    Daebak thor pinter bangt baca pembacanya masuk kedalemceritanya feelnya berasa bbngt .semgat terus nulisnya 👍

  11. Sungkem dulu ke emak krn uda ngasi pw meski td komennya maraton bgt.
    Love you kak.
    Dan luhan. Masih penasaran setengah mati apa motif luhan mau ngebantu kris soalnyaa kadang dia kliatan mau baik tp niat jahat jg
    Mas luhan kamu jgn labil pliss
    Dan nyesek bgt kan baekm blm dijamah si pcy eh mau dijaman naga cina. Nyesel kan?
    Gemes sendiri gua bacanya sama si baekhyun yg uhhh ternyata diam2 jg ngenes klo inget dia nethink trs ma pcy

  12. entahlah aku udah momen panjang lebar tapi kok gak masuk2 iye teh kunaon ?? T,T
    TAPI FFNYA KEREN ,KRIS PEN GUE BACOK , LUHAN PEN GUE CIVOK (?) #DisambitSehun , KYUNGSOO KCIAN DIRIMU DIDUAKAN :3 TABOK AE SI TEMSEK –_– , SEHUN LU KOK BEGITU ?? , PLEASE CHANYEOL CINTAI AKU SEPERTI KAU MENCINTAI BAEKHYUN *Baekhyun lewat STOP DREAMING PLEAS* Ithu dialog thehun hyung #sehunNyamber please woy –_– .
    makassh udah dikasih pw makasih akan gue jaga sebaik gue ngejaga cinta gue buat Sehun eakkkks #ToelSehun :v haha
    Sehun : —_—
    ….
    pokoke ffnya keren fellnya dapet banget , alurnya pas . dll nice story
    yo keep writing and fighting ..


  13. https://polldaddy.com/js/rating/rating.jsWaahhh makasih bgt y authornim dah ngasih pw.y…tenang ajh bakal d.jaga baik2 👌
    Penasaran jg sih ma masalalu.y s.chan, oohh ternyata seperti itu y,udh mulai k.ungkap..
    Ugh ayang beib aq licik bat sih(tp ttp cinta kris), d.sini yg paling aq benci itu luhan, rasa.y pen nabok ajh…banyak sih ff yg bikin luhan jd peran jahad tp cmn peran dy d.sini yg pen aq tabok(keeessseeelll bat ma luhan)..semoga ajh s.kai kaga jatuh k.luhan…
    Fyuuhhh untung dah s.baek kaga jd d.apa2in ayang beib (makasih bat ma tao)…
    Pkk.y aq makin cinta ma ni ff…love (?) 💕 bgt ma author.y #ketjup sayang buat author.y😍

Tinggalkan komentar