One Million Per Night ||NC 17 || Chapter 1 of 2


 

 

 

 

Warning: FF ini rada gak aman, jadi yang merasa masih di bawah umur harap gak usah dibaca. terdapat konten seksual walau implisit tapi tetap gak aman. Jadi harap kerja samanya. Jika ada yang bertanya bagaimana FF NC versi ALF, ya mungkin ini bisa jadi jawaban. 
dan walaupun ini sudah pernah di post di Blognya Maru 19 april 2014. ALF ama Maru berencana ngedelete aja chap 2 nya di sana dan ngelanjutinnya di KC. berhubung ALF sedikit gak enak ama Maru karena ladenin PWnya ngerepotin. dan juga memang banyak yang curang, habis dapat PW dia kabur. beneran gak enak sama Maru. oke sekian!!!

 

 

1325377074262

“When I Have to Stop but I Can’t”

 

Writer: FLa_Rency aka AyouLeonForever

 

Cast:

  • Byun Baek Hyun
  • Others

 

Genre: Yaoi

Length: 2shot

Rate: M. A. T. U. R. E – NC17 maybe(?)

 

Note:Anyway… Maap yah ane rada sibuk akhir-akhir ini. jadi FF sebelumnya belum bisa di publish kelanjuitannya. harap disabar-sabarkan saja.

 

Adios!

WARNING(lagi): BUKAN BUAT ANAK-ANAK YAH. PLEASE T_T

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

-One Million Per Night –

 

-Prologue-

 

 

 

Hai… Namaku Baek Hyun. Berasal dari keluarga Byun yang terhormat. Hanya saja, kadang keluarga terhormatpun mendapati ketidakberuntungan. Apa bentuk ketidakberuntungan itu? Hanya butuh analisa sederhana dan kau akan tahu.

 

Usiaku 6 tahun saat kepala keluarga Byun meninggalkan kami. Dan orang yang paling tidak sanggup menerima keadaan itu adalah Ny.Byun. Ibuku tentu saja. Aku hanya masih kurang mengerti apa arti meninggalkan dan ditinggalkan saat itu, nyatanya aku bukan menangis karena kepergian ayah. Aku hanya menangis karena ibu seperti tidak tahu apalagi yang harus ia lakukan untuk kelangsungan hidupnya, hidupku, dan adik semata wayangku Byun Baek Jin yang terpaut 3 tahun dariku.

 

Semuanya dimulai saat harta warisan ayah terpakai sedikit demi sedikit. Sebanyak apapun itu, tetap akan habis untuk memenuhi kebutuhan kami bertiga. Dan saat itulah puncaknya. Saat usiaku genap 17 tahun dan aku butuh biaya untuk melanjutkan studiku di perguruan tinggi. Di Seoul tentu saja. Aku tidak ingin menghabiskan hampir 2 dekade hidupku hanya di sebuah daerah yang tidak menjamin semua fasilitas kehidupan.

 

Maksudku, semuanya lengkap. Apa yang tidak bisa kami miliki di daerah itu sementara mendiang Tuan Byun adalah seorang tuan tanah? Hanya saja, terlalu banyak hal yang ada di Seoul yang tidak kudapatkan di daerah ini.

 

Pendidikan yang layak, teman-teman yang berkelas, oh dan tentu saja semuanya yang kubutuhkan di masa mudaku ada di Seoul.

 

“Kau yakin sayang? Maksud ibu, tentu saja ibu mendukung semua keputusanmu, apalagi demi masa depanmu. Hanya saja, biaya pendidikan yang ibu siapkan untukmu dan Baek Jin hanya cukup jika kau melanjutkan sekolah di sini. Bukan di Seoul sayang.”

 

Itu kata-kata ibuku yang paling kuingat. Dan kata-kata angkuh yang kukeluarkan sebagai balasannya adalah…

 

“Tidak apa-apa Eomma. Kudengar dari temanku yang bersekolah di Seoul, mendapatkan pekerjaan di sana semudah memungut kerikil. Jadi Eomma tidak perlu khawatir mengenai biaya.”

 

Dan kurasa, jika ada kata-kata yang bisa kusesali sejak awal, maka kata-kata itulah yang berada di daftar paling atas penyesalanku.

 

 

 

 

 

Siang hari adalah saat dimana seorang Byun Baek Hyun terlihat sempurna. Ini bukan tentang bentukku secara fisik (walau ada beberapa di antaranya yang benar). Para gadis yang iri padaku itu jelas punya alasan bukan?

 

Wujudku 100 % laki-laki, lalu apa yang membuat mereka iri?

 

“Kau pakai apa? Kenapa kulitmu mulus sekali?”

 

Atau…

 

“Sepertinya eyeliner yang kau pakai itu brand terkenal, sama sekali tidak luntur dan kau sangat cocok memakainya. Beli di mana?”

 

Ayolah… Wanita itu identik dengan kata cantik, tapi kenapa mereka masih saja iri padaku yang seorang laki-laki?

 

Sudahlah. Kembali lagi kenapa aku mengatakan diriku sempurna?

 

Aku cerdas, aku lulusan terbaik di sekolahku sebelum kuliah di Seoul. Bahkan sekarang, saat aku sudah menginjak tahun terakhir di Universitas ternama di Seoul, aku tetap menjadi Mahasiswa terbaik.

 

Easy going… Apa perlu kusebutkan nama-nama temanku satu persatu? Percayalah, 1 buku yang memiliki 50 lembar halaman saja tidak cukup.

 

Kaya… Ini bukan tentang statusku sebagai anak mendiang seorang tuan tanah di kampung halamanku. Jujur saja itu sudah lama terlupakan, mungkin saat usiaku 9 tahun atau sekitar itu. Aku merasa kaya karena aku bisa membiayai kuliahku sendiri di Seoul. Biaya hidupku juga kutanggung sendiri. Tidak pernah meminta kiriman uang dari ibuku, justru sebaliknya aku yang mengirimkan uang untuknya dan adikku setiap bulan.

 

Pasti ada yang sudah menebak dari mana kudapatkan uang sebanyak itu sementara aku hanya bermodalkan status Mahasiswa yang cukup cerdas. Aku tidak pernah menerima beasiswa atau sejenisnya. Ini mungkin karena perkataanku pada Ibu ada benarnya juga. Mencari pekerjaan di Seoul semudah memungut batu kerikil. Hanya saja, aku baru tahu kalau batu kerikilnya banyak bertebaran di tengah kawah merapi. Memungutnya mudah, jalan menuju ke sananya yang hampir membuatku memutuskan untuk mati.

 

Terlalu melankolis? Hei aku hanya menyesali perkataanku dulu, bukan keadaanku yang sekarang. Aku menikmatinya tentu saja. Siapa yang tidak suka uang?

 

Aku masih ingat di mana aku memulainya. Di sebuah cafe yang menyajikan makanan ringan dan berbagai jenis kopi. Benar sekali, aku menjadi seorang pekerja di cafe di minggu ke 3 keberadaanku di Seoul. Aku yang seorang anak tuan tanah justru bekerja sebagai pelayan cafe di Seoul.

 

Mungkin aku akan menceritakannya dari awal. Saat aku belum menjadi sosok Byun Baek Hyun yang sekarang. Tepatnya saat aku masih lugu. Saat aku menganggap semua mimpiku ada di Seoul. Dan saat di mana kuanggap menggapai mimpi itu semudah membalikkan telapak tangan.

 

Dengarkan dengan seksama. Hanya saja ingat pesanku. Jangan pernah mengikuti langkahku.

 

 

Ah dan di akhir, ingatkan aku untuk menjelaskan alasan utama kenapa aku merasa sangat-sangat sempurna.

 

 

 

~*ᵠѼᵠ*~~*ᵠѼᵠ*~~*ᵠѼᵠ*~

 

 

|One Million/Night|

Chap 1

 

 

 

Dia… Seorang pria mapan dengan tinggi badan sempurna. Memperhatikan gerak-gerikku sejak tadi, dan aku tahu itu. Mata tajamnya seperti mengawasi, sampai saat semua pelanggan meninggalkan tempat satu per satu, dia mulai terang-terangan menunjukkan perhatiaannya yang memang terfokus padaku.

 

“Sudah lama bekerja di sini?” tanya pria itu saat aku membawakan secangkir esspressonya yang ke 4. Padahal 3 cangkir sebelumnya belum habis setengah.

 

“Ini minggu ke duaku,” jawabku sopan.

 

“Kenapa bekerja di cafe sekecil ini?”

 

Aku mengerutkan kening bingung. Bukankah aku hanya dibayar untuk mengantarkan pesanan? Kenapa pelanggan ini justru mengajakku mengobrol?

 

“Duduklah dulu, sepertinya kurang nyaman mengajakmu bicara dalam posisi seperti itu.”

 

“Tapi tuan… Aku masih ada pekerjaan.”

 

“Bukankah sudah sepi? Hanya aku pelanggan di sini. Tidak apa, santai saja. Bosmu tidak akan keberatan.”

 

Aku menoleh khawatir pada Tuan Jung di balik mesin kasir. Dan dia hanya mengangguk sambil tersenyum. Entah dia mengiyakan dalam hal apa. Tapi kuanggap saja itu respon agar aku meladeni pelanggan satu-satunya yang masih tinggal malam ini.

 

“Baiklah,” ucapku akhirnya. Kemudian mengambil kursi untuk duduk berhadapan dengannya.

 

“Jadi… Kenapa memilih bekerja di sini?”

 

“Tidak ada alasan khusus. Aku butuh biaya kuliah dan biaya hidup, sementara uang kiriman ibuku tidak sebanyak itu.”

 

“Lalu gajimu di sini cukup?”

 

“Setidaknya aku bisa memastikan bahwa aku tidak akan kelaparan sebulan kedepan.”

 

“Lalu biaya kuliahmu?”

 

“Aku bekerja sebagai guru les 3 kali sepekan.”

 

“Cukup untuk biaya kuliahmu?”

 

Aku bungkam, sebenarnya apa maksud pria ini?

 

Pria itu justru tersenyum, seperti tahu apa isi kepalaku. Ia mengeluarkan dompetnya dan sebuah kartu nama terulur di hadapanku.

 

“Kris Wu, CEO WYF Group Production,” ucapnya lantang. Padahal seharusnya dia tahu kalau aku bisa membaca sendiri di kartu namanya.

 

“Eum, lalu?” Jujur saja aku serius bertanya. Aku tidak mengerti apa urusan pria ini denganku yang hanya berstatus Mahasiswa.

 

“Maksudku, aku bisa membantumu.”

 

“Membantu?”

 

“Biaya kuliahmu tentu saja.”

 

Mataku membelalak. Ada harapan berlebih yang kupendam. Bisa jadi tuan Kris ini menawarkan pekerjaan di perusahaannya. Hebat, aku akan mencetak sejarah sebagai pekerja paling muda di sana. “Maksud anda?”

 

“Bekerjalah padaku.”

 

“Ta… Tapi aku masih berstatus pelajar.”

 

“Tidak masalah, aku tidak akan mengganggu jadwal kuliahmu.”

 

“Pekerjaan seperti apa?”

 

Ada senyum yang tertahan di wajahnya. “Sebut saja… Mencuci botol.”

 

“Hanya mencuci botol? Apa upah mencuci botol bisa mencukupi biaya kuliahku? Kurasa mustahil tuan.”

 

“Kalau kukatakan upahmu 1 juta won setiap kau bekerja, apa kau masih meragukan biaya kuliahmu?”

 

Aku membelalak kaget, seketika berdiri dan menjatuhkan nampan yang tadi kuletakkan di atas pahaku. Tapi aku tidak peduli. “Sa… Satu Juta Won? Anda bercanda???”

 

“Tentu saja tidak. Makanya kuberikan kau kartu namaku. Kalau kau setuju maka hubungi nomorku. Akan kuberitahu jadwal kerjamu.”

 

Satu juta won hanya untuk mencuci botol?

 

Tunggu, kalau mencuci botol satu gudang penuh jelas saja itu mustahil. Walau upahnya satu juta won.

 

“Berapa banyak tuan?”

 

“Apanya?”

 

“Botol yang harus kucuci.”

 

Ia akhirnya tertawa dan memintaku untuk kembali duduk. “Hanya satu. Dalam waktu dekat ini aku hanya akan mengizinkanmu mencuci 1. Selanjutnya terserah kau.”

 

“Sa… Satu? Satu gudang atau satu botol? Kalau hanya satu botol, mustahil kalau upahnya satu juta won.”

 

“Kubilang hanya satu. Dan kita membicarakan botol, bukan gudang.”

 

Dan aku tersipu malu karena lelucon konyol itu.

 

Tuan Kris berdehem, kembali menarik perhatianku. “Bagaimana? Kau tidak perlu buru-buru mengambil keputusan. Kau punya nomor pribadiku.”

 

Aku menggeleng cepat. Ini jelas kesempatan langka, bagaimana kalau tuan Kris memberinya pada orang lain? “Aku mau,” jawabku tegas tanpa pertimbangan apa-apa lagi.

 

Tuan Kris tersenyum lebar, kemudian meraih tanganku. Kukira untuk ia jabat, namun ia elus cukup lembut. “Kapan kau bisa?”

 

“Eh? Itu… Terserah saja tuan. Tapi aku tidak bisa mengerjakannya pagi dan siang hari karena aku harus kuliah.”

 

“Sudah kubilang, tidak akan mengganggu jadwal kuliahmu. Apa malam ini kau bisa? Maksudku, kalau kau cukup lelah, kita bisa memulainya besok malam.”

 

“Kurasa lebih cepat lebih baik tuan. Malam ini aku bisa jika anda mau.”

 

Ia kembali tersenyum kemudian bangkit dari duduknya. “Baiklah, kau bersiap-siap saja. Kutunggu di luar setelah membayar ini semua di kasir. Sekalian memintakan izin untukmu. Bagaimana?”

 

“Dengan senang hati tuan.”

 

“Ah hampir lupa. Siapa namamu? Setidaknya aku harus tau nama siapa yang akan kusebut saat kau bekerja.”

 

“Baek Hyun. Byun Baek Hyun.”

 

 

 

~*ᵠѼᵠ*~

 

 

 

 

Seharusnya aku bisa berpikir lebih jernih. Seharusnya harus kupertimbangkan semuanya matang-matang. Apa gunanya otak cerdas ini jika pada akhirnya aku justru dibodohi oleh uang.

 

Untuk pertama kalinya aku merasa menjadi orang yang paling idiot di dunia karena tidak bisa menangkap semua maksud terselubung pria kaya bernama Kris ini.

 

Dan saat aku menyadari apa itu, semuanya sudah terlambat.

 

Sangat terlambat karena apa yang telah rusak, tidak akan bisa pulih seperti sedia kala.

 

Aku memang berada di dalam sebuah hotel tapi tidak di dalam sebuah ruangan yang disebut dapur atau sejenisnya. Tidak ada washtafel atau tempat pencucian. Di dalam sebuah hotel tapi bukan dapur…

 

Tapi di sebuah kamar besar dan mewah.

 

Di atas sebuah ranjang berukuran besar. Aku hanya bisa menangis dan berteriak sementara pria brengsek ini menyetubuhiku. Memaksaku ‘mencuci botol’ yang terlambat kusadari artinya.

 

Ini tidak lazim. Sungguh, aku seorang laki-laki, dia juga laki-laki. Tapi bagaimana mungkin dia melewati garis terlarang itu?

 

“Baek Hyun-ahhhhhhh….” Erangan panjang itu membuatku hendak berteriak sekeras-kerasnya saat kurasakan tubuh bagian bawahku semakin penuh. Ia bahkan dengan sadisnya mengeluarkan cairannya di dalam tubuhku.

 

Menjijikkan. Itu tentu hal pertama dan satu-satunya dalam benakku. Tapi apa? Melawanpun percuma. Tenagaku habis untuk perlawanan yang sia-sia. Hanya bisa menangis seperti manusia lemah tanpa daya.

 

Hanya karena tergiur uang satu juta Won… Kubiarkan diriku rusak bahkan dengan cara yang sangat tidak lazim. Disetubuhi oleh makhluk yang berjenis kelamin sama denganku.

 

“Akan kubayar dua kali lipat, kau tahu? Ini sex terhebat yang pernah kulakukan.”

 

Apa dia bilang? Sex? Sesama pria?

 

“Brengsek…”

 

Lihat, bahkan memakipun tidak bisa kulakukan dengan benar. Aku berjanji akan mengakhiri hidupku setelah ini.

 

“Jangan begitu Baek Hyun-ah. Lama-lama kau juga akan menikmatinya. Kau hanya terlalu lugu dan masih asing dengan ini,” ucapnya santai. Masih menciumi sekitaran tubuhku yang sudah kuanggap kotor dan tak berharga.

 

Atau bisa kusebut tubuhku hanya seharga 1 juta won.

 

“Kau menipuku brengsek…”

 

“Tidak, kau saja yang tidak secerdas penampilanmu. Apa kau tidak memikirkan ucapanku? Mencuci 1 botol dengan upah 1 juta won permalam seharusnya kau sadar lebih awal. Bukan salahku manis, kau saja yang terlalu polos.”

 

Dia benar… Aku yang bodoh. Aku yang idiot.

 

“Apa yang membuatmu menangis? Heum? Kau suka perempuan? Tidak mungkin. Aku bisa menentukan orientasi sexualmu hanya dengan satu kali melihat.”

 

Ada apa dengan manusia ini? Kenapa dia memperlakukanku seperti ini? Persetan dengan uang satu juta Wonnya. “Aku bukan gay…”

 

“Tidak… Kau hanya belum menyadarinya. Temui aku lagi besok malam, akan kuberikan upah sesuai perjanjian.”

 

“Kau brengsek Kris Wu. Brengsek…”

 

Dia justru tertawa. “Perkataanmu sungguh memancing Baek Hyun-ah, kurasa aku memang harus membayarmu dobel malam ini.” Dan ia kembali menjamah tubuhku sekasar sebelumnya. Namun aku tidak memberi perlawanan apa-apa karena…

 

Semuanya sudah terlambat.

 

 

 

~*ᵠѼᵠ*~

 

 

Aku sudah berdiri di tengah jalan yang cukup membuatku heran karena kali ini tidak seramai biasanya. Aku butuh sebuah mobil yang melaju kencang untuk menghantam tubuhku yang kotor dan meremukkannya hingga tak berbentuk. Aku butuh hujan yang begitu deras untuk menghapus jejak darahku yang menjijikkan, atau membuat sebuah genangan dan akhirnya mengering dengan sendirinya saat mayatku yang tak berharga dilenyapkan dengan api. Aku butuh apa saja untuk menghilangkan keberadaanku di dunia ini. Apa saja…

 

“Hei!!! Kau yang di sana, sedang apa kau???”

 

Aku tidak peduli seruan itu. Senyumanku mengambang saat sebuah mobil melaju cepat ke arahku. Aku tidak pernah merasakan keinginan yang menggebu-gebu seperti ini sepanjang hidupku. Dan hebatnya keinginan itu adalah MATI!!!

 

“HEI… APA KAU GILA???”

 

Seruan itu semakin dekat seiring laju mobil yang juga mendekat ke arahku.

 

Kuulas senyum yang kupastikan sebagai senyum terakhirku. Kurentangkan tanganku, menyambut maut.

 

Persetan dengan semuanya…

 

 

 

 

 

 

 

Appa… Jemput aku.

 

 

 

 

 

 

 

 

BRAAAAKKK!!!

 

 

 

~*ᵠѼᵠ*~

—————————————————–

Aku panik…

 

 

 

 

 

Tidak… Bukan hanya panik. Aku takut. Sangat takut. Ini bukan tentang aku yang dijemput oleh malaikat maut. Tapi kehadiran satu lagi orang bodoh selain diriku.

 

Dia bukan bodoh karena ditipu mentah-mentah sepertiku. Tidak mengotori dirinya dengan membiarkan tubuhnya dijamah oleh manusia berjenis kelamin yang sama. Dia… Dia justru lebih bodoh karena menyelamatkan nyawa seorang pemuda yang tubuhnya hanya seharga satu juta Won ini.

 

Dan…

 

DIA BETUL-BETUL BODOH…

 

Kenapa dia menerjang tubuhku saat mobil itu melaju cepat, menarikku ke tepi tapi berujung dengan dirinya yang celaka???

 

Darah…

 

Rasa sakit…

 

Lihat… Sekarang apa yang lebih parah dari ini?

 

“Kerabat pasien?” tanya seorang dokter yang baru saja keluar dari ruang operasi.

 

Tubuh tak berharga ini gemetar, melangkah takut-takut ke arah dokter. “Y… Ya… A… Apa dia baik-baik saja?”

 

Dokter itu tersenyum simpul. Hal yang sering dilakukan oleh manusia berjubah putih ini untuk menenangkan orang lain. “Kondisinya stabil, tidak ada yang perlu dikhawatirkan.”

 

Dan aku tahu itu hanya kalimat pembuka. Semua dokter seperti itu. Memberikan kabar baik di awal, dan mengeksekusinya dengan kabar buruk.

 

“Hanya saja, ada retakan serius di pergelangan kaki kanannya. Tentu saja bisa pulih dengan pengobatan rutin dan fisioterapi. Walaupun… tidak akan sesempurna sebelumnya. Kerabat anda ini tentu saja masih bisa berjalan, tapi untuk bertumpu lebih lama pada kaki kanan akan sulit, mungkin juga akan berpengaruh pada cara berjalannya.”

 

Aku tahu dokter ini hanya berputar-putar pada satu kalimat yang intinya hanya satu kata. Penjabarannya saja yang sulit. “Maksud anda… Pincang?”

 

Dan senyum yang sedikit dipaksakan oleh dokter itu cukup menjadi jawaban yang jelas.

 

Oh Tuhan… Aku tidak hanya merusak tubuhku, tapi kubuat orang lain menanggung kesalahanku. Apalagi yang harus kulakukan sekarang selain mati?

 

 

Mati???

 

Meninggalkan orang yang menyelamatkanku ini?

 

Lari dari tanggung jawab?

 

Oh… Sekarang apa bedanya aku dengan Kris yang brengsek itu?

 

“Tenanglah. Kondisinya tidak separah yang anda bayangkan. Maksudku, jika dia bukan orang yang menitikberatkan kaki kanannya sebagai aktivitas utama, kurasa tidak akan menjadi kendala besar.”

 

Aku shock, mana mungkin dokter ini masih bisa sesantai itu mengatakannya? “Tapi pincang… Dokter, anda tahu kondisi itu bukan? Itu juga cacat.”

 

“Percayalah, tidak separah itu jika kerabat dekat termasuk anda masih ada sebagai motivator untuknya.”

 

Aku bungkam. Aku benci pria dewasa. Mereka terlalu pandai bicara dan menipu kami para anak muda. Dokter itu selalu tersenyum, menepuk pundakku kemudian berlalu begitu saja. Menangani pasien lain mungkin. Aku tidak peduli.

 

“Permisi… Sebelumnya tidak bermaksud menambah beban anda, tapi mungkin anda sudah bisa menyelesaikan administrasinya di depan,” ucap seorang perawat, membuyarkan lamunanku.

 

Mataku membelalak. “Ad… Administrasi?”

 

Perawat itu (juga) tersenyum simpul. “Biaya penanganan termasuk operasi tadi, juga biaya rawat inap dan obat-obatan kurang lebih beberapa minggu.”

 

Oh tentu saja. Bagaimana mungkin aku lupa. Segala hal… Semuanya, selalu tentang uang. Bahkan tubuhku yang kotor ini…

 

 

 

“Berapa biayanya?” tanyaku lemah. Sebenarnya tidak begitu yakin karena uang di tabunganku hanya cukup untuk biaya hidupku beberapa bulan ke depan.

 

“Ikuti saya.”

 

 

 

 

~*ᵠѼᵠ*~

 

 

 

Hal yang paling menusuk hatiku sebenarnya bukan mengenai kenyataan bahwa aku sudah disetubuhi oleh pria dewasa yang orientasi sexualnya menyimpang. Tapi… Suatu kondisi yang mengharuskanku mati-matian menahan tangis saat dihadapkan pada satu orang bodoh yang tersenyum lebar di hadapanku.

 

“Kau baik-baik saja?”

 

Lihat betapa bodohnya dia. Seharusnya aku yang menanyakan hal itu. Dia baru saja melewati operasi rumit. Dan bukan mengkhawatirkan kondisinya, ia justru memastikan keadaanku baik-baik saja.

 

Dan karena tenggorokan sialan ini begitu sakit. Aku hanya mengangguk sebagai jawaban.

 

“Ah syukurlah. Kupikir kau kenapa-napa,” lanjutnya lagi, masih tidak sadar bahwa apa yang menimpanya justru lebih buruk dariku. “Kim Jong In.”

 

Aku mengangkat wajahku kaget, menatapnya bingung. Namun saat kulihat tangannya yang tidak ditempeli selang infus terangkat di udara, aku sigap menjabatnya. “Byun Baek Hyun,” balasku pelan.

 

“Baek Hyun? Ternyata tidak salah.”

 

“A… Apanya?”

 

“Fakultas Ekonomi dan Bisnis. Jurusan Manajemen.”

 

Leherku tercekat. Jangan bilang Tuhan tengah mempermainkanku habis-habisan hari ini? “K… Kau?”

 

“Heum, kita mengambil jurusan yang sama. Dan satu semester penuh mengambil kelas yang sama setiap mata kuliah.”

 

Aku diam… Mana mungkin aku tidak menyadarinya?

 

“Akhirnya ada juga kesempatan berkenalan denganmu.” Dan akhirnya ia tertawa lepas. “Ah maaf… Hanya terlalu senang.”

 

Oh Tuhan, apa ini?

 

“Terlalu senang?”

 

“Heum, kau lulusan terbaik saat ujian masuk kan? Dan semester ini kau selalu mendapat nilai terbaik. Mengenalmu apalagi bisa menjadi temanmu, siapa yang tidak senang.”

 

Cukup.

 

Lulusan terbaik, nilai terbaik, mahasiswa terbaik. Itu sama sekali tidak berguna. Karena pada akhirnya tidak bisa menolongku saat aku terang-terangan dibodohi.

 

“Jong In-shii, mengenai kondisimu,” ucapku mengalihkan pembicaraan.

 

“Ah aku baik-baik saja, hanya sedikit sakit di kaki kananku, tapi tentu saja akan sembuh,” balasnya yakin.

 

“Tapi…”

 

“Ya.”

 

“Apa kau bekerja?”

 

“Ha?”

 

“Maksudku, selain kuliah.”

 

“Oh…” Ia tersenyum lebar kemudian mengangguk. “Aku membantu temanku yang membuka kelas dance khusus anak sekolah. Upahnya lumayan besar. Sekalian menyalurkan hobby. Kenapa?”

 

Aku menelan ludah. Firasatku makin buruk akan hal ini.

 

“Sebagai?”

 

“Tentu saja pelatih dance. Itu pekerjaan terhebat yang pernah ada.” Dan ia kembali tertawa. Terbaca jelas bahwa apa yang baru saja ia sebut itu adalah hal terbaik dalam hidupnya.

 

Bagus Byun Baek Hyun. Selamat… Kau berhasil memutus mata pencaharian orang lain. Lalu kau ingin lari dari tanggung jawab?

 

Kau tidak hanya wajib menanggung biaya perawatan dan pemulihannya Byun Baek Hyun, tapi juga biaya hidup yang baru saja kau kacaukan.

 

“Jong In-shii.”

 

“Ya?”

 

“Maaf tapi aku harus mengatakan ini.”

 

“Apa?”

 

“Kakimu… Kurasa kau tidak bisa lagi menggunakannya seleluasa dulu. Maaf… Tapi kondisimu kedepannya mengharuskanmu berhenti sebagai pelatih dance.”

 

Dan senyum Kim Jong In pun hilang. Senyum lepas dan tuluspun hilang. Diganti dengan senyum palsu yang dipaksakan.

 

“Ah tidak apa-apa, kurasa memang aku harus berhenti tapi tidak tahu caranya. Sebenarnya melelahkan menjadi pelatih dance. Terlalu menyita waktuku untuk kuliah. Syukurlah kalau memang seperti itu.”

 

Dan aku tahu betul itu adalah kebohongan besar.

 

Tanggung jawab besar menantiku di depan. Dan kenyataannya… Aku butuh biaya yang tidak sedikit.

 

 

 

~*ᵠѼᵠ*~

 

 

 

Sekarang di sinilah aku. Berdiri di sebuah pintu kamar hotel terkutuk yang baru beberapa jam yang lalu kutinggalkan dengan sumpah serapah.

 

Aku benci mengakuinya. Tapi, deretan nominal angka yang diperlihatkan perawat tadi padaku sukses menamparku telak-telak. Nominal yang tidak main-main yang tidak bisa dijangkau oleh anak tuan tanah bangkrut sepertiku.

 

Bahkan jika aku masih seorang anak tuan tanah yang sukses, kurasa ini bukan tanggung jawab orang tuaku. Tapi tanggung jawabku seutuhnya. Dengan kata lain… Harus dengan uangku.

 

Pintu itu terbuka setelah beberapa kali kuketuk. Dan sosok paling brengsek di mataku muncul dengan wujudnya yang tidak lebih baik saat aku meninggalkannya. “Oh Byun Baek Hyun?” serunya, kemudian senyum licik tercetak jelas di sudut bibirnya. “Aku tahu kau akan kembali, tapi tidak pernah terpikir akan secepat ini. Kenapa? Kau butuh uang 2 juta Won-mu yang tertinggal? Atau kau ingin menambahnya menjadi 3 juta?” Lelucon brengsek seperti orang yang mengatakannya.

 

“Aku butuh uangku.”

 

Dan Kris pun tertawa melihatku yang masih menatapnya penuh benci. Ia hanya berdecak berkali-kali sebelum masuk ke kamar dan mengambil sebuah amplop yang sudah ia sediakan. Hanya saja saat itu aku lebih butuh melarikan diri dari pada uang hasil kerja tubuhku beberapa jam yang lalu.

 

“Kalau kau butuh lagi, hubungi aku. Tarifnya masih sama jadi tenang saja,” ucap Kris angkuh sambil menyerahkan amplop cokelat yang jika sesuai dengan perhitunganku berisi uang 2 juta Won.

 

Aku menatap nanar amplop tebal di tanganku. Masih memikirkan pemuda bernama Kim Jong In yang kehilangan salah satu mimpinya karena tindakan bodohnya menyelamatkanku. Dan sekali lagi, deretan angka yang menjabarkan biaya perawatan Jong In kembali berputar di otakku.

 

Uang ditanganku ditambah uang yang ada di tabunganku hanya cukup untuk biaya operasi, lalu sisanya?

 

“Ada apalagi? Kurang?”

 

Benci itu masih ada. Tapi untuk apa? Bahkan jika aku punya keberanian untuk membunuhnya, aku tetap tidak akan bisa kembali utuh seperti sedia kala.

 

Logika sederhana. Aku jatuh ke dalam jurang yang sangat dalam. Penuh luka dan lebam tapi masih hidup. Mendaki tebing untuk kembali ke puncak adalah hal yang mustahil karena setiap kali kucoba, aku akan jatuh dan mengalami sakit yang lebih parah. Untuk itu… Hal terbaik yang bisa kulakukan adalah tetap berada di dasar jurang, kelam tapi masih masih menjajikan kehidupan. Aku akan terus menunggu di dasar jurang hingga ajal sendiri yang datang menjemputku.

 

“Berikan aku satu juta lagi, dan aku akan menemuimu besok malam,” ucapku dingin. Seolah aku masih punya hal yang bisa dihargai.

 

Bisa kulihat kedua matanya membulat, seperti takjub. Kemudian ia tertawa angkuh. “Sudah kubilang, siapa yang bisa menolak uang? Lama-lama kau juga akan menikmatinya. Tapi jujur saja… Perkara besok malam, lain lagi ceritanya. Ada jasa ada upah… Kau ingin uangmu malam ini, maka bekerjalah malam ini juga.”

 

Dan aku hanya diam, menatapnya kosong tanpa makna apa-apa. Sudah kubilang, membunuhnya pun tidak akan membuatku kembali utuh. “Baiklah…”

 

Dan kurasa apa yang terjadi selanjutnya hanya bisa kujelaskan dengan 2 kata.

 

 

 

Sakit….

 

Kotor…

 

 

 

~*ᵠѼᵠ*~

 

 

 

2 bulan berlalu, ada banyak hal yang terjadi. Kubagi menjadi dua garis besar keadaan.

 

Keadaan baik, dan keadaan buruk.

 

Sebenarnya aku kesulitan menjabarkannya. Karena kenyataannya, aku sendiri tidak yakin apakah keadaanku yang sekarang ini termasuk baik atau buruk.

 

Saat ini aku sudah bisa mengumpulkan uang satu juta Won setiap malam. Maksudku setiap aku bekerja. Dan semakin hari, nominal angka di rekeningku semakin bertambah. Terkadang Kris lupa membawa uang tunai dan dia hanya butuh nomor rekening tabunganku untuk membayar upahku. Aku baru sadar, memiliki uang yang banyak itu ternyata lebih dari sekedar menyenangkan. Mulai dari satu juta, dua juta, tiga juta dan kesemua itu terpakai dengan cepat. Makin lama menjadi sebuah kebutuhan. Bukan bersetubuh dengan Kris yang kuinginkan, tapi uangnya. Uang dengan nominal yang membuatku tersenyum puas.

 

Yah aku memang mendapatkan uang itu dengan …. (meminjam istilah Kris) ‘mencuci botol’,dan lama-kelamaan aku semakin familiar dengan pekerjaan itu. Mengenai orientasi sex yang menyimpang, aku sudah tidak peduli. Masa bodoh jika hal ini akan merubahku menjadi seorang gay. Karena kalaupun aku normal, aku jamin tidak akan ada perempuan yang mau menerima seorang pemuda yang sudah dilecehkan berkali-kali oleh sesama laki-laki. Oke aku masih menetapkan hal ini sebagai keadaan yang buruk. Kondisi baiknya hanya ada pada jumlah uang yang kudapat.

 

Jong In betul-betul tidak bisa bertumpu lebih lama pada kaki kanannya. Dia pincang, dan itu sudah tidak bisa dielakkan. Jangankan untuk melatih dance, berjalanpun dia masih butuh bantuanku jika aku ada bersamanya. Dan sebenarnya… Aku memutuskan untuk tinggal di apartemennya untuk sementara waktu dengan alasan sebagai bentuk pertanggung jawaban sampai kondisi Jong In sudah lebih baik. Terkadang cukup sulit untuk memberi alasan padanya saat kami sedang makan malam, dan aku harus keluar saat Kris menelponku karena dia tidak bisa lagi menguasai libidonya. Pria dewasa itu sungguh… Aku tidak tahu bagaimana membahasakannya. Aku bahkan yakin dari sekian banyak hal yang menguasai dirinya, kupatok 90 % nya adalah nafsu. Itu menakutkan, sungguh. Kris sudah berkali-kali menjamahku tapi tidak pernah satu kalipun tidak membuatku berteriak kesakitan. Yang membuatku bertahan hanyalah, sebuah amplop sebagai upahku. Akan lebih pantas jika kusebut itu sebagai penyambung hidupku.

 

Keadaan terburuk sebenarnya terjadi pagi tadi saat Jong In baru saja keluar dari kamar mandi. Dia hampir saja terjatuh kalau aku tidak sigap menangkap tubuhnya dan memapah lengannya. Kubilang itu buruk karena…

 

Bagaimana mungkin jantungku merespon gila-gilaan saat aku berada sedekat itu dengan Jong In yang hanya memakai sehelai handuk di pinggangnya?

 

Aku gay?

 

Baiklah… Bukan berita baru lagi karena aku tidak peduli. Aku hanya akan mengakui diriku gay untuk Kim Jong In. Tapi masalahnya…

 

Kim Jong In adalah pemuda yang normal. Menyukai perempuan dan aku yakin dia akan memandangku jijik jika tahu bahwa aku gay… Hanya untuknya.

 

Bukan salahku. Keadaan yang memberiku kesempatan untuk jatuh hati pada senyum Jong In. Seharusnya dia membunuhku karena membuatnya cacat, tapi dia justru menampakkan kebahagiaannya saat aku berada di dekatnya. Dia selalu bilang bahwa dia sangat beruntung karena bisa berteman denganku. Dia bilang, kalau aku tidak ada… dia pasti akan kesulitan untuk memenuhi kebutuhannya.

 

Bodoh… Justru kalau saja aku tidak ada, dia tidak akan cacat seperti ini.

 

“Mau kemana Baek Hyun-ah?”

 

Aku menoleh kaget pada Jong In yang baru keluar dari kamarnya, mendapatiku tengah sibuk memakai sepatu.

 

“Ah itu, aku harus ke rumah Chae Rin. Kau tahu dia kan?”

 

“Muridmu? Tapi bukankah kau hanya mengajarnya hari kamis dan sabtu? Itupun sore hari.” Jong In berhenti sejenak untuk melirik jam dinding. “Pukul 11 malam, apa ini tidak terlalu malam untuk mengajar anak SMP di rumahnya?”

 

Aku baru sadar kalau sebenarnya kecerdasanku itu di berbagai bidang. Termasuk berbohong. “Orang tuanya berangkat ke luar negeri. Dan mereka memintaku menemani Chae Rin malam ini karena Eonninya baru pulang besok pagi.”

 

“Oh begitu? Ya sudah, kau naik apa?”

 

Aku tersenyum kemudian menghampirinya untuk menepuk pipinya pelan. “Taxi, tentu saja. Orang tua Chae Rin sangat kaya. Semua biaya akan lebih mudah jika menyangkut tentang kebutuhan anaknya. Jangan lupa itu.”

 

Dan Jong In pun tersenyum. “Itu kenapa aku iri dengan kecerdasanmu. Lihat, kau bisa menghasilkan uang dengan otakmu itu.”

 

Aku membalas senyumnya walau itu pahit.

 

Bukan dengan otakku Kim Jong In… Anusku yang menghasilkan uang.

 

 

~*ᵠѼᵠ*~

 

 

“Kau tau Baek Hyun-ah… Kau benar-benar pengobat stress yang ampuh,” tutur Kris usai persetubuhan kami yang tidak sekasar biasanya. Entahlah, mungkin akan kujadikan ini sejarah dimana Kris tidak membuatku berteriak kesakitan.

 

“Aku tidak tahu orang sepertimu juga bisa stress,” sindirku setelah membetulakn posisiku. Duduk bersimpuh dan melebarkan paha sebisanya. Membiarkan cairan Kris yang tertampung dalam tubuh bawahku perlahan menetes keluar dan mengotori selimut putih tempat kami bersetubuh. Masa bodoh, Kris punya orang-orang untuk membersihkannya setelah ini.

 

“Kau pikir apa? Uang berlimpah tidak datang dengan sendirinya. Aku mengelola perusahaan besar dengan laba paling tinggi se-Korea Selatan. Dan itu tidak gampang. Saat aku pulang, ada harapan dimana keluargaku yang kuinginkan akan menyambutku hangat. Tapi tidak… Pernikahanku dengan seorang gadis China itu sudah lebih dari sekedar gagal.”

 

Aku membelalak shock. “Pernikahan? Gadis? Bukankah kau…”

 

I’m gay just for your ass.” Ia tertawa lepas, tidak selicik biasanya. “Perjodohan adalah hal biasa. Komitmen kalangan pebisnis. Mertuaku pemilik perusahaan terkenal di China, dan untuk memperluas jangkauan bisnis mereka, penyatuan keluarga adalah jalan terbaik.”

 

“Kalian masih bersama?”

 

“Dia masih di rumahku.”

 

“Maksudku… Apa kalian masih suami istri? Masih berhubungan selayaknya suami istri?”

 

“Hanya di tahun pertama pernikahan kami. Aku berhenti menyentuhnya sejak janin kami mati dalam kandungannya.”

 

Kubungkam mulutku rapat-rapat, hampir saja berteriak saking shocknya. Tunggu, penyimpangan sexual biasanya terjadi karena suatu hal, bukan bawaan lahir. Kondisi lingkungan, paparan impuls yang sedemikian rupa bisa jadi pemicu, kondisi psikologis dan sebagainya itu juga bisa menjadi penyebab. Dan kurasa Kris juga memiliki alasan.

 

“Kris…”

 

“Hm…”

 

“Kau mencintai istrimu?”

 

“Aku mencintai anakku.”

 

“Maksudku bukan itu. Istrimu…”

 

“Jika kau mengira aku menjadi seorang gay karena istriku keguguran, berarti kau salah. Aku sudah seperti ini sejak sekolah menengah. Tapi jujur saja… Aku mendambakan anak itu, sialnya dia justru membunuhnya.”

 

“Kris…”

 

“Itu mengapa aku semakin benci wanita sebagai pendamping. Aku hanya menghormati orang tuanya, hingga sampai sekarang aku tidak menceraikannya. Maksudku, dia bisa tetap menyandang status sebagai istriku dan perusahaanku semakin sukses. Lagipula, sekarang ada kau. Jika aku butuh sex, aku hanya perlu memanggilmu kan?” Ia kembali tertawa, yang kadang membuatku sedikit ragu akan kewarasannya. “Kau hanya tidak bisa mengandung Baek Hyun-ah, karena kalau saja bisa, akan kutendang wanita itu dan membawamu ke rumahku.”

 

“Seolah aku mau saja Kris Wu. Aku suka uangmu, bukan perlakuanmu padaku.”

 

“Kapan-kapan akan kubuat kau suka. Kuharap kau tidak lupa bahwa beberapa menit lalu aku mendengar desahan pertamamu. Walau sebenarnya teriakanmu juga tidak kalah merdu.”

 

Psycho.”

 

“I said that already. Just for yous ass.”

 

 

 

~*ᵠѼᵠ*~

 

 

 

Tidak ada telepon dari Kris 3 minggu terakhir ini. Dengan kata lain, aku tidak membawa uang satu juta Won beberapa malam ini. Saat iseng kuhubungi, nomornya justru tidak aktif, dan aku sedikit tidak nyaman dengan hal ini.

 

Bukan mengenai Kris yang tidak menjamahku selama 3 minggu penuh, tapi uangnya. Aku butuh uang satu juta won yang ia keluarkan untukku setiap malam kebersamaan kami.

 

Awalnya kupikir ini ada kaitannya dengan stress yang dialami Kris perihal rumah tangganya. Terlebih sex terakhir kami yang kuakui lebih lembut dari biasanya. Aku hanya tidak ingin mengakui bahwa sex terakhir kami cukup bergairah.

 

Baiklah, aku mengaku. Sangat bergairah. Aku tidak tahu kalau Kris juga punya sisi itu, mungkin aku akan menyukai perlakuannya kalau saja dia melakukan hal yang sama di malam pertama dia menjamahku.

 

 

Ah ini gila. Sejak kapan aku mulai menganggap bahwa sex dengan pria itu lumrah? Oh tidak… Kurasa aku sudah sepenuhnya menjadi seorang gay. Untuk naluri mungkin dimulai karena kedekatanku dengan Jong In. Tapi untuk hal yang lebih intim, itu karena Kris.

 

Kenapa Kris tidak lagi memanggilku? Bukankah dia bilang dia membutuhkanku sebagai partner sex-nya? Lalu 3 minggu tanpa menyentuhku… Sepertinya ada yang salah.

 

Dan dugaanku benar. Malam itu aku nekat mendatangi kamar hotel yang sering disewa Kris khusus untuk menghabiskan malam bersamaku. Dan dia memang ada di sana.

 

“Hai… Lama tidak bertemu,” sapaku datar. Walau sebenarnya aku rindu padanya…

 

Pada uang satu juta Won-nya.

 

“B… Baek Hyun? Kenapa kesini?” tanya Kris padaku, yang dari nada serta mimik wajahnya ia menampakkan keterkejutan. Maksudku… Kenapa ia terkejut? Bukankah aku memang selalu datang ke sini? Ke kamar hotel yang sama dimana malam-malam sebelumnya ia melampiaskan birahinya padaku? Lalu kenapa ia terkejut?

 

“Aku… Uangku habis.”

 

Tentu saja aku bohong. Di tabunganku masih ada sekitar belasan juta, memangnya aku seboros apa hingga bisa menghabiskannya?

 

Entahlah, mungkin aku hanya ingin memastikan bahwa sumber uangku masih ada.

 

“Habis? Eum baiklah, kau butuh berapa?”

 

“Kurasa 1 juta dulu cukup,” jawabku yang aku tahu betul dia pasti mengerti.

 

“Tunggu di sini. Akan kuambilkan.”

 

Aku jelas mengernyit heran. Dan memang sepertinya ada yang salah dengan tingkah pria dewasa ini. Bukankah dia bilang ada jasa ada upah? Jika aku butuh uang, aku harus bekerja dulu bukan? Dan untuk memastikannya, aku mengikuti langkah Kris ke dalam kamar dan aku menemukan jawabannya.

 

“Siapa Kris?”

 

Di sana. Di ranjang besar dimana biasanya aku terbaring. Kukira Kris hanya akan mengajak satu orang untuk ia tiduri di sana, tapi tidak. Ada orang bodoh lainnya. Pemuda bodoh lagi selain aku. Tidur tengkurap dengan selimut yang hanya menutupi bagian pinggangnya. Kulit punggungnya putih, tapi sekarang terlihat kemerahan. Aku hapal cara Kris memperlakukanku, jadi aku bisa jamin pemuda itu juga mendapat perlakuan yang sama.

 

“B… Baek Hyun. Bukankah sudah kubilang tunggu diluar?” tegur Kris yang baru saja berbalik dengan sebuah amplop di tangannya. Aku bahkan berpikir amplop itu sebenarnya dipersiapkan untuk pemuda yang… sepertinya lebih segala-galanya dariku hingga Kris lebih ingin ‘memakainya’.

 

Aku tidak cemburu. Tidak… aku hanya ingin uangku. Dan Kris adalah sumber uangku. Pemuda itu merebut sumber uangku.

 

“Siapa dia Kris?”

 

Sungguh, itu adalah pertanyaan yang tersangkut di tenggorokanku tapi pemuda itu lebih dulu mengatakannya.

 

“Ah ini, temanku. Baek Hyun.”

 

Pemuda itu tersenyum, sedikit demi sedikit bangkit untuk membetulkan posisi duduknya. “Jadi dia yang namanya Baek Hyun?”

 

Aku tidak tahu apa yang mereka bicarakan. Kesannya adalah namaku bukanlah sebuah topik yang jarang dibicarakan hingga respon pemuda itu terkesan… takjub. Entahlah, aku merasa kurang nyaman dengan posisiku. Terlebih kulihat Kris yang kikuk dengan wajah memerah. Oh… jelas saja. Aku dan pemuda di ranjang itu hanyalah alat pemuas nafsunya. Mungkin dia berpikir bisa langsung menjamah kami berdua.

 

 

“Aku pulang,” pamitku ketus.

 

“Tunggu, Baek Hyun-ah,” cegah Kris saat ia sudah mencekal tanganku di ambang pintu.

 

“Kenapa?”

 

“Uangmu… kau melupakan uangmu.”

 

Oh, memangnya apa yang kuharapkan?

 

Berharap Kris mencegahku untuk sebuah penjelasan panjang? Tentu saja tidak. Hei Byun Baek Hyun. Ingat posisimu.

 

“Tidak perlu, berikan saja padanya. Akan kucari uangku di tempat lain,” balasku dingin.

 

Aku tidak cemburu. Tentu saja tidak cemburu. Hanya… tidak suka.

 

“Apa maksudmu mencari uang di tempat lain?” tanya Kris tak kalah dingin.

 

“Dengan cara yang sama, hanya sumber dana saja yang berbeda. Kuharap siapapun mereka, upahku tetap sama. 1 juta per malam. Bisa jadi lebih.”

 

“Byun Baek Hyun, jaga ucapanmu.”

 

“Tidak ada yang perlu dijaga Kris Wu. Aku tidak punya apa-apa lagi untuk dijaga. Ingat itu.”

 

“Byun Baek Hyun tunggu. Hei… agghh sial…”

 

Aku mengabaikan teriakan itu. Masa bodoh dengan Kris Wu, masa bodoh dengan uang satu juta Won nya. Masa bodoh dengan… apa yang selama ini ia lakukan padaku.

 

Aku yakin di luar sana masih banyak Kris Wu yang lain. Yang bisa memberikanku uang sebanyak 1 juta won setiap kali aku bekerja padanya.

 

Aku… gila?

 

Tidak. Aku tidak gila. Aku hanya berhenti memikirkan hal-hal yang wajar sejak aku sudah rusak.

 

Aku menyimpang, aku kotor, aku tergila-gila dengan uang. Terserah apa sebutannya. Yang jelas, aku sudah tahu apa keinginanku. Apa kerpeluanku, dan apa kebutuhanku.

 

Bukan tentang bagaimana mempertahankan uang belasan juta di rekeningku agar tidak habis, hei tentu saja akan habis karena tiap bulan aku akan mengurasnya untuk keperluanku, Jong In, dan tentu saja ibu dan adikku di kampung halamanku.

 

Yang kuinginkan, kuperlukan, dan kubutuhkan adalah… orang lain selain Kris Wu yang bisa memberiku 1 juta Won tiap malamnya dengan imbalan tubuhku.

 

 

To Be Continued

Errrrrr… aduh. muka ane panas. Maafkan FF yang tidak pantas ini.

#pundung

123 respons untuk ‘One Million Per Night ||NC 17 || Chapter 1 of 2

  1. Hufttt…
    Sbenar nya dah lma ak bca ff ni pi krn blm komen jdi ak kmbali ngulang bca ni ff,
    Tpi bca berulang x pun ttap enak jga bca na. Ff ALF memang daebakk…
    Btw tu si abg naga tdor sma siapa..?
    Luhan. Tao. Lay atau suho..?
    Pnsaran am klnjutan nya,..

  2. WOW O.O
    nggak nyangka kak Alf bakal buat ff dengan tema kaya gini
    bener-bener kaget, kekekeke
    tapi, sperti biasa… ff buatan kak alf mana ada yg jelek
    suka deh, tema nya jadi macam-macam
    ada fantasy, incest, anak sekolah, detektif, banyak deh…

    cuci botol… hmm, klo aku yg ditawarin pekerjaan kaya gini (amit-amit) juga pasti nggak paham makna sebenernya. kirain beneran nyuciin botol -_______-
    dan emang peran om-om kaya gini cuma cocok ama kris
    seneng banget ada bau-bau(?) nya kaibaek (gara2 kak alf, aku jdi kaibaek shipper.
    ya walau tetep suka yg lain macam krisbaek, hunbaek, taobaek, dan baekbaek yg laen
    tapi klo udh baca kaibaek ala kak Alf itu gimana ya… pokokna.. the best lah)
    baekhyun tau jongin straight dari mana? coba ‘usilin’ dulu baek, sapa tau ‘nikung’ juga XD

    gk tau kenapa seneng pas baekhyun marah waktu tau kris sm orang lain di kamar itu
    bilang aja walau cuma dikit, tapi kamu ada rasa kan sama tuan kris(?)/ITU FF SEBELAH WOY!!//
    mana kris juga kyaknya gk ngebolehin baekhyun sumber dana yg baru lagi
    aduh..ini krisbaek, kaibaek, ato spa ya… penasaran

  3. Yeah~ denger kata “cuci botol” diawal otak gue lgsg nyantol/? Ke anu *anunya sapa hayooohh* /PLAK/
    Daebak!! Next chapter!! Lebih hot lagi klo bisa *siapapun gampar saya* #YadongON

  4. baekhyun terlalu polos apa gimana… dan akhirnya dia masuk terperanjatnya om om mesum macem kris hahaha, btw satu juta won itu kalo dirupiahin berapa ya? #mikirkeras(?)
    Kasian kaiiii huhuhu hatinya mulia sekali sempet mikir sih kok kai kayaknya ikhlas banget ya sama keadaan dia sekarang berasa gak ada kejadian apa2 aja gitu=_= apa jangan jangan dia suka sama baekhyun???
    Eh btw itu si kris kooook jahat siiih ;A; cowok nya siapa ya? tao? lay? luhan? huhuhu tapi kenapa kris berasa gak rela pas baekhyun pergi gitu aja dan juga si baek berasa orang patah hati pas nge gap kris sm cowok lain apa mereka jadi saling jatuh cintaaa?

  5. ini sy udh lama baca nya. perasaan udh komen jg tp krn makin lama makin banyak yg komen dan komen sy ky.y keinjek2 sm yg lain *hahaha jd sy mau komen lg. krisss kiss me! :”3 :’| hahahah ngakak dlu (yadong) (suka lupa fokus klo inget kris). inti.y sih keren aja buat baek yg bner2 mlih jalan singkat (!) untung dia cowok haha.

  6. Bangkeeeeeeeeeeeeeeeeeee!!!!!!!! baekhyunkuuuu aniyaaaaaaaaaaa😂😂😂😂😂😂
    ff nc pertama alf ouououou scenenya kurang kakkkkk wkwkwkwk😂😂😂😂😂
    ini salah, ini salah dari awal /uhuk karena pada awlnya baekhyun sudah ditakdirkan jadi g*a*y /slap terus kok bisa pacaran sm t*a*e*y*e*o*n??? /apa hubungannya/ /diinjek alf/
    gewlaaaaa pas baca imagine gue kemanamana 😂😂😯 mama papa tolonggggg hakhak. Lama ya kak alf ga ngasih asupan kaibaek, yajadi pas tau namja yang nolongin baek hyun itu jong in bukannya chanyeol hati w kok berbunga bungaaaaaaaa💞💞💞💞💩 asli seneng banget yaampun, kaibaek missyaaaaaaaaaaaaaaaaa💋💋💋💋💋💋💋💋💋💋💋💋💋💋💋

    bdw kadang2 gue agak kzl ma b b h. Berasa disni b b h kek mu*r*ahan ngetz tapi w juga seneng soalnya disini kaibaekkkkk yooooohooooooooooooo
    imagine guw buat ff ini, abisnya kris cerita ttg keluarga dia ke b b h kris suka sama b b h hee. Laterus pas b b h dateng ke hotel pas tau kriss bawa namja lain disni b b h jang2 punya perasaan jg ma kris /andwaeeeeeeeee😴 nahnah kan kris kek gak suka gitu pas b b h bilang “mau cari sumber dana lain blaa blaa ….” gitu awaw imaginekuuuuu lah terus terus entar kai sama kris ngerebutin baekhyun yaaaaa dan imagine gue berpatok baekhyun berkahir sama kai duuuuaaaarŕrrrrŕrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrr😂😂😂😂😂😂😂😂

    Uda aha hayati lelah ber imagine takutnya entar aalf phpin imagine aku kan ga seru 😢😢😢😢😢😢 adiossssss otw chap 2 byeeeeeeeee✋✋✋✋✋✋

  7. ini beneran ff nc ka ALF ver? ko agak aneh ya? kya bkan ka ALF bgt gtu.. tpi bgus sih..
    ini bner bner gila, yang awalnya baekhyun ke jebak ama si bang kris akhirnya ketagihan(?) jga. entah ketagihan apanya saya nggak tau. si bang kris jahat juga ya.. nipu orang yang lagi krisis ekonomi dengan ngasih harapan bisa ngasih penghasilan yang jumlahnya bisa di bilang sangat menggiurkan, pekerjaan nya gampang banget lagi, cuma ‘mencuci botol’ (?)

    eerrr…

    trus bang kai, kyaaaaa nggak nyangka kalo ada bang kai nya. kasihan banget, dia nggak bisa nge dance lagi gara gara kakinya pincang, WHAT??!!!! PINCANG ??!!!!! gara gara nolongin barkhyun akhirnya kau kehilangan pekerjaan mu bang~ hiks.. yang sabar aja ya bang~ aku yakin itu yang terbaik untuk kelanjutan ff ini.. tapi sebenernya si bang kai suka beneran apa cuma nge fans aja sih ama si baekhyun? entah lah.. hanya Tuhan dan author ka ALF tercinta yang tahu.. yang pasti penasaran banget sama kelanjutan nyaaaa
    semoga happy ending ~ ^^

  8. Keren banget ff nya
    ffnya alf emang selalu keren.
    sebenernya udah lama baca ffnya alf, tapi baru kali ini baca lagi, waktu itu sempet off ya pagenya? Soalnya gak bisa buka pagenya

    pokoknya terus lanjutin ff nya alf ya…
    suka banget keren
    kalo bisa pengen request ff hunbaek, lagi suka banget sama hunbaek

  9. Denger mencuci botol aja itu udah menjurus! Aigooo baek kamu volos sekali!
    And btw kak alf itu siapa ya yang tidur bareng kris?
    Saya penasaran.

  10. ASLI SUMPAH ASLI GAK NYESEL MAMPIR DIBLOG INI HEW;* AH BARU BACA SECHAPTER AJA LANGSUNG DIBIKIN MABOK DUREN/? *0* biasanya kalo bukan chanbaek mah aku langsung closetab doh lah tapi ini apa?! DIRIKU BACA AMPE HABIS HUO*0* Suka dinq sama karamter Beha disini. Dia kan wajahnya lucu bft kalo dijadiin jalang^^ dan ntah knp gue suka/DUOR/ FANS MACAM APA GUE? *0* YAUDAHLAH KAK CANTIQ aku gatau duh ini berending apa/? jadi mau lanjut di chap dua.-. Ff diblog ini banyak bgt duh mau pintut bacain atu2 :: sebelomnya males ngeblog/? tp keknya sekarang udah ngga^^

  11. kris bangkeeeeee~ apa coba maksudnyaaaa~ argh!
    baby baek, yambrug, kepolosanmu ternoda dengan mencuci botol!?

    eonni, istilah yg keren, sumpah. mencuci botol. ii it that really bottle? wkwkw

  12. baru tau alf bikin nc juga xD wkwk
    pas baca baekhyun girang/? waktu ada mobil mau nabrak dia , trus di selamatin . dikira chanyeol yang nyelamatin eh eh eh ternyata jongin . aku salah :v
    trus yang tidur di kasur kris itu tao ? aku sih ngira’a tao . semoga bener dan dapet hadiah dari alf :v wkwkw

  13. AAAAAGILAK DEMEN SAMA CERITANYA. PARAH. DEMEN BANGET BACA FF KRISBAEK apalagi kalo ada konflik yang “ehem”

    Well, partner in crime are always meant to be partner in crime. i was hoping that there would be romance involved between krisbaek….. just like in payphone (belom kelar bacanya `A’) but i was definitely wrong. you can sex without love.

    ahhhhhhh why, author nim?? i want my krisbaek OTL but kaibaek would be great tho…. as a friend.

    soo…. who would be baekhyun’s next “kris wu”? udah jelas chanyeol lah.

    hehehehehe

  14. tessssssssssss
    samlekoooooooooooommmmmm
    tukang rusuh datang menebar cinta di ff kaporittttt
    cinta adalah uang dan uang adalah kris, maka cinta adalah kris…….gitu ya baekyunnie??
    krisbaeknya dapet banget. entah hubungan mereka macam ‘for love or money’ ataw apaan kek …. tp interaksinya worth it buat didukung.
    konfliknya pas dan panas.
    nakal tapi ga yadong.
    ah sukaaaaaaaaaaaaaaa

  15. wahhh kecian baekhyun di bodohi kriss –,– baekie kau terlalu volosh nak . apalah mo dikata nasi syudah menjadi bubur , dan buburpun enak dimakan *plakk evek laver pagi2 alf nim//gak nanya* wkwk

  16. sakit kepalaku sakitttt yaampun disini nista nya ngena banget,
    jujur aku karena aku baru abis baca heart2soul senyum senyum bego gitu aku kira chanyeol, eh ternyata Kai, emang susah juga sih gak kebayang seberapa terpuruknya baekhyun setelah jatuh ke jurang yang curam itu. terus kata menghasilkan uang dari anusku itu berasa menohok banget bener2 explicit, kak ALF emang jagonya ngaduk ngaduk emosi orang, aku kira Kris itu punya rumah produksi blue film, tapi ternyata si baekhyun jadi pencusi botol pribadi, alright then aku mau baca chap berikutnya supaya tau akhir dari semua ini, caooooo

  17. OMG.. Ada pengen ketawa2nya juga pas kris bilang “cuci botol”. Otak ngeres reader langsung jalan tuh. Terutama CBS yg kbanyakan(aslinya) pervert smua.hahaha#dicekikberamairamai.. Tp bneran deh baekhyun emang cocok bgt berkarakter polos, lugu, tak berdaya(??), atau nakal, bitc*y, sassy#plakk.. Aww suka bgt lah pokoknya…

  18. WHATT THE…. BAEK JD CABE? BAYARANNYA 1 JT WON BERARTI 10 JT RUPIAH SEMALEM? *caps jebol saking exited*
    dari judulnya aja “one milion per night”. Judul yg amat sangat menjelaskan :” WOW BANGET THOR. DAEBAKK *tepuk tangan*
    Enak jd orkay kayak Kris. Buang 1 jt won per night ga masalah yee😏

    Baekku, cintaku, cintanya kak Alf juga kenapa dirimu volosh sekali nak. Nyuci botol satu semalem 1 jt won, kenapa dirimu gak curigaa??
    tebakan aku pas baca di awal kirain kris kayak punya semacem club malam, terus baek mau dijual. Eh gataunya, dipake sendiri (?). Walau agak bangsat tapi imajinasi aku sih nanti akan tertinggal perasaan buat kris orkay eaa

    Jongin juga? Kenapa harus nolongin? Apakah kai ada rasa sama baek? Pasti bakal dijelasin di chapt 2 ya kan thoooor.

    Nungguin chanyeol keluar nihhh hehehehe :” apakah nanti ada yg mau bayar jasa baek 1 jt won per malam juga?
    Chanbaek, kaibaek atau krisbaek teteup author Alf yg nentuin T.T

    Btw, ngapain sih kris nyewa cowo lain segala? Asaan cowok barunya kris juga menikmati lagi -_- (kecewa). Hhhh tapi namanya juga jalan cerita..

    btw, selalu suka sama ff nya ka alf. Kenapasih selalu aja ada cerita u/ menghibur para readers setia.. eaa😂
    Aku sudah meninggalkan jejak ya ka Alf. Bangga gak jd sider☺ lanjutkan karya2 mu…. semangattt💪

Tinggalkan komentar